Menjaga ukhuwah Islamiyah
Menjaga ukhuwah Islamiyah | Saat ini, perpecahan (tafarruq) di kalangan kaum muslimin sangat jelas terlihat. Hal ini terutama terjadi karena kekacauan dalam bidang sosial (ijtima’i) dan politik (siyasi). Perpecahan ini, pada dasarnya, mencerminkan pengingkaran terhadap sejarah di mana umat Islam dahulu bersatu sebagai saudara setelah sebelumnya terpecah-belah di masa jahiliyah. Oleh karena itu, Allah subhanahu wa ta’ala memperingatkan kita dalam firman-Nya :
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah dan janganlah kamu bercerai-berai, serta ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. Ali ‘Imran: 103)
Persaudaraan dan Perpecahan
Persaudaraan dan perpecahan berakar pada urusan hati. Oleh sebab itu, kita harus menggunakan pendekatan dari hati ke hati yang berlandaskan keimanan untuk mengembalikan hikmah yang hilang. Salah satu metode yang bisa kita terapkan adalah shuluh bainal muslimin (akad perdamaian antar kaum muslimin). Hal ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala:
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, maka damaikanlah antara kedua saudaramu.” (QS. Al-Hujurat: 10), Menjaga ukhuwah Islamiyah
Namun, apakah kaum muslimin saat ini benar-benar saling memerangi sehingga memerlukan shuluh? Meskipun perang fisik belum terjadi, perang mulut, perang urat syaraf, dan perang pemikiran sangat nyata. Selain itu, sikap ujub (bangga diri) dan arogansi seringkali menjadi pemicu keburukan.
Pendekatan untuk Mewujudkan Perdamaian
Untuk mencapai shuluh bainal muslimin, kita perlu mengambil langkah awal yang konkret, yaitu meningkatkan akhlakul karimah yang merupakan buah dari keimanan. Oleh karena itu, kita harus menghindari penyakit hati yang dapat merusak persaudaraan, seperti :
- As-sukhriyyah (mengolok-olok)
- At-tha’nu binnaas (menghujat)
- Al-alqob al-makruhah (julukan yang tidak disukai)
- Su’uz-zhan (berprasangka buruk)
- At-tajassus (meneliti kesalahan)
Selain itu, penting bagi kita untuk menyampaikan nasehat, informasi, atau dialog dengan menggunakan bahasa yang baik. Kita juga perlu menghindari penggunaan bahasa yang emosional, sentimen pribadi, dan kebencian dalam setiap ucapan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahkan telah memprediksi munculnya dakhon (kerusakan), seperti yang tercermin dalam sabda beliau:
“Kaum yang berperilaku dengan selain sunnahku dan memberi petunjuk tanpa petunjukku. Kamu mengenali kebaikannya, namun juga menemui hal yang kamu ingkari.”
Sebagai tambahan, Allah Ta’ala berfirman : “Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: ‘Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik’.” (QS. Al-Isra: 53)
Ancaman Fitnah dan Kehancuran
Kita harus mencegah perpecahan dan faktor pemicunya agar fitnah yang lebih dahsyat dan kompleks tidak muncul. Tanpa disadari, kondisi yang tidak menguntungkan dapat menjebak umat Islam, dan keganasan di antara sesama umat Islam bisa saja terjadi.
Menurut Raghib Al-Asfahani, fitnah identik dengan kejadian yang tidak diinginkan seperti musibah, azab, kemaksiatan, pembunuhan, kerusuhan, pembakaran, kegaduhan, pertentangan, hingga huru-hara. Oleh sebab itu, di zaman fitnah, kita akan mengalami kesulitan dalam membedakan antara kebaikan dan kerusakan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda :
“Bersegeralah melakukan amal-amal. (Waspadailah) fitnah-fitnah seperti potongan-potongan malam yang gelap gulita. Pagi hari seseorang masih beriman dan sore hari sudah dalam keadaan kafir, atau sore hari masih beriman dan pagi hari sudah dalam keadaan kafir; ia menjual agamanya dengan harta benda dunia.”
Namun, fitnah ini tidak akan mereda dengan sendirinya. Sebaliknya, fitnah tersebut semakin membesar dan bergejolak seiring waktu. Akan tetapi, fajar akan tiba jika kekuasaan Allah Ta’ala berkehendak lain. Pasukan malam yang senantiasa bermunajat kepada Allah Ta’ala, seperti yang pernah dilakukan oleh menteri Dinasti Saljuk, Nidzomul Muluk Hasan bin Ali At-Thusi, dapat memainkan peran penting dalam mengatasi situasi ini.
Cara Menghadapi Fitnah
Bagaimana seharusnya kita bersikap agar selamat dari fitnah? Pertama, tetaplah beraktivitas seperti biasa dan beribadah dengan baik di zaman fitnah, termasuk berdoa agar terhindar dari fitnah. Kedua, kita harus memanfaatkan potensi yang kita miliki untuk terjun ke medan laga dengan satu tujuan, yaitu melawan kaum kafir, bukan berperang di antara sesama umat Islam (Menjaga ukhuwah Islamiyah). Dengan demikian, kita berharap shuluh bainal muslimin dapat tercipta.
Ummu Malik Al-Bahziyyah pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Ya Rasulullah! Siapakah sebaik-baik manusia di zaman fitnah?” Beliau menjawab, “Dia adalah orang yang menunaikan hak ternaknya dan menyembah Rabbnya. Dan orang yang mengendalikan kepala kudanya untuk menakut-nakuti musuh, dan musuh pun menakut-nakutinya.”
Dalam konteks modern, persatuan di antara umat Islam menjadi sangat penting untuk menjaga keutuhan dan kekuatan umat. Shuluh bainal muslimin adalah jalan yang harus kita tempuh untuk menghindari perpecahan yang merugikan. Dengan menjaga akhlakul karimah, menghindari penyakit hati, dan tetap berpegang teguh pada ajaran Islam, kita dapat memperkuat persaudaraan yang sejati. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman :
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah dan janganlah kamu bercerai-berai.” (QS. Ali ‘Imran: 103)
Semoga dengan usaha kita dalam menjaga persatuan, Allah subhanahu wa ta’ala melimpahkan rahmat dan keberkahan-Nya kepada kita semua. Aamiin.