Adab dan Etika Para Sahabat dalam Menuntut Ilmu
Adab dan Etika, Para sahabat Nabi ﷺ sangat menjaga adab terhadap guru dan orang yang mengajarkan ilmu kepada mereka. Ibnu Abbas sering meriwayatkan berbagai contoh penghormatan ini. Ali bin Abi Thalib -karramallahu wajhah- memberikan nasihat berharga yang tercatat dalam kitab Al-Jami’ oleh Al-Khatib. Nasihat ini mencakup etika seperti memberikan salam dengan penghormatan khusus, duduk di hadapan guru dengan penuh hormat, tidak menunjuk atau melirik dengan cara yang tidak sopan, serta menghindari berbicara berbisik atau menyanggah di hadapan guru. Ali menekankan bahwa pahala seorang mukmin yang berilmu lebih besar dibandingkan dengan orang yang berpuasa, shalat malam, atau berjihad. Kehilangan seorang alim menciptakan celah besar dalam Islam yang sulit terisi hingga hari kiamat.
Penghormatan Terhadap Senior
Sahabat juga menghormati para senior dalam ilmu dan usia. Namun, ini tidak menghalangi mereka untuk berbeda pendapat dalam hal yang membutuhkan ijtihad. Misalnya, Ibnu Abbas pernah memiliki pandangan yang berbeda dari Umar, Ali, dan Zaid bin Tsabit. Mereka menuntut ilmu dari siapa saja yang ahli, tanpa memandang status sosial. Al-Hafizh Al-‘Iraqi menjelaskan bahwa sahabat seperti Anas bin Malik menerima hadis dari tabi’in.
Memperoleh Ilmu Tanpa Diskriminasi
Sahabat tidak membedakan asal usul atau nasab seseorang saat menimba ilmu. Mereka meriwayatkan hadis dari mawali, seperti Bilal, yang dihormati oleh Abu Bakar, Umar, Usamah, dan Ibnu Umar. Mereka cepat mengakui kebenaran ketika tampak jelas. Umar bin Al-Khaththab Ra pernah berkata, “Seorang wanita benar dan seorang laki-laki salah.” Ali bin Abi Thalib juga mengakui kesalahannya ketika dikoreksi, dengan mengutip ayat Al-Qur’an: “Di atas setiap orang yang berilmu ada yang lebih berilmu” (QS. Yusuf: 76). Adab dan Etika
Mengajak untuk Memperoleh Warisan Ilmu
Para sahabat Nabi ﷺ aktif mengajak orang untuk menghadiri pembagian warisan yang sangat berharga, yaitu ilmu. Nabi Muhammad ﷺ tidak mewariskan harta berupa dinar atau dirham, melainkan ilmu. Suatu hari, Abu Hurairah mengumumkan di pasar, “Mereka sedang membagikan warisan Nabi ﷺ di masjid, pergilah dan ambillah bagian kalian.” Orang-orang segera menuju masjid, tetapi mereka kembali dan mengaku tidak menemukan apa pun. Abu Hurairah bertanya, “Apakah kalian melihat orang-orang di masjid?” Mereka menjawab bahwa mereka melihat orang shalat, membaca Al-Qur’an, dan mendiskusikan hukum halal dan haram. Abu Hurairah menegaskan, “Celakalah kalian, itulah warisan Nabi Muhammad ﷺ.” (HR. Thabrani dalam Al-Ausath).