Pendidikan Islam pada Masa Rosululloh
Pendidikan Islam pada masa Rosululloh. Nabi Muhammad SAW tidak memiliki sekolah atau lembaga pendidikan formal untuk mengajar para Sahabatnya. Sebaliknya, majelis ilmu Beliau bersifat luas, umum, dan inklusif. Rosululloh mengajar di berbagai situasi, seperti di medan perang, saat perjalanan, di rumah, dan di masjid. Selain itu, beliau selalu siap menjawab pertanyaan dari siapa pun, termasuk dari orang-orang yang paling lemah pemahaman agamanya.
Nabi Muhammad SAW sebagai Guru dan Pembimbing
Dalam segala situasi, Nabi Muhammad SAW berperan sebagai pembimbing, penasihat, dan guru. Selain itu, beliau sering mengadakan majelis-majelis ilmu bagi para sahabat di masjid, tempat mereka berkumpul untuk melaksanakan kewajiban agama (sholat). Oleh karena itu, masjid menjadi tempat utama untuk belajar, mengajar, berdiskusi, berdakwah, dan membimbing. Semua kegiatan ini termasuk dalam konsep ibadah yang hanya untuk Allah. Sebagaimana Allah SWT berfirman, “Dan sungguh, masjid-masjid itu milik Allah, maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.” (QS. Al-Jin : 18).
Masjid Sebagai Pusat Pendidikan
Nabi Muhammad SAW sering mengadakan majelis-majelis ilmu di masjid, tempat para sahabat berkumpul untuk belajar dan berdiskusi. Oleh karena itu, masjid (Masjid Nabawi) menjadi sekolah dan universitas yang dimuliakan dengan kehadiran Rosululloh SAW. Allah SWT berfirman, “(yaitu) di rumah-rumah yang diperintahkan Allah untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya; di sanalah Dia dipuji pada waktu pagi dan petang.” (QS. An-Nur: 36). Nabi SAW juga bersabda, “Barangsiapa yang masuk masjid kami ini untuk belajar kebaikan atau mengajarkannya, maka dia seperti seorang mujahid di jalan Allah.” (HR. Ibnu Majah).
Metode Pengajaran Nabi
Saat mengajar, para sahabat mengelilingi Nabi dalam lingkaran-lingkaran bagaikan bintang-bintang yang mengelilingi bulan purnama. Al-Hafizh Al-Haitsami dalam “Majma’ Az-Zawaid” membuat bab tentang “Duduk di Sisi Ulama” dan menyebutkan bahwa para sahabat duduk mengelilingi Nabi dalam lingkaran-lingkaran. Selain itu, Yazid Ar-Raqasyi meriwayatkan dari Anas RA bahwa setelah salat subuh, para sahabat duduk dalam lingkaran-lingkaran. Imam Bukhari dalam “Shahih”-nya membuat bab tentang “Lingkaran dan Duduk di Masjid”, menunjukkan bolehnya melakukan hal itu di masjid untuk belajar ilmu, membaca Alquran, berzikir, dan semisalnya, meskipun itu mengharuskan sebagian dari mereka membelakangi kiblat.
Kesimpulan
Pendidikan Islam pada masa Nabi Muhammad SAW sangatlah inklusif dan fleksibel. Karena itu, masjid menjadi pusat utama kegiatan belajar mengajar. Metode pengajaran Nabi yang penuh hikmah dan kebijaksanaan memberikan inspirasi bagi umat Islam untuk terus berusaha belajar dan mengajarkan kebaikan. Dengan demikian, kita dapat memahami pentingnya pendidikan dalam Islam dan bagaimana Nabi Muhammad SAW memberikan teladan yang sangat berharga dalam hal ini.