Sedekah Harta Kesayangan
|

Sedekah Harta Kesayangan

Dalam Alqur’an Allah azza wajalla mengisahkan tentang Nabi Sulaiman as. Pada suatu sore hari didatangkan kepada beliau kuda-kuda pilihan yang sangat bagus dan jinak tetapi bisa berlari sangat kencang. Beliau asyik melombakan kuda-kuda tersebut di area kandang yang dilengkapi pula dengan lapangan pacu. Tanpa terasa waktu shalat ashar telah lewat seiring matahari yang terbenam. Hal ini terjadi juga dikarenakan orang-orang di sekitar beliau sama sekali tidak memiliki keberanian untuk mengingatkan.Menyadari apa yang telah terjadi maka Nabi Sulaiman as berkata :

فَقَالَ إِنِّي أَحْبَبْتُ حُبَّ الْخَيْرِ عَنْ ذِكْرِ رَبِّيْ حَتَّي تَوَارَتْ بِالْحِجَابِ. رُدُّوْهَا عَلَيَّ فَطَفِقَ مَسْحًا بِالْأَعْنَاقِ

“Maka dia berkata, “Sesungguhnya aku menyukai segala yang baik (kuda), yang membuat aku lalai dari mengingat Tuhanku, sampai matahari terbenam.Bawalah semua kuda itu kembali kepadaku.” lalu dia mengusap-usap kaki dan leher kuda itu (atau menyembelihnya)”

Disebutkan bahwa kuda-kuda tersebut berjumlah dua puluh, seratus atau seribu. Kuda-kuda itu didapatkan dari ghanimah (rampasan perang) atau dari kerja tentara jin yang mengeluarkan kuda-kuda bersayap itu dari dasar lautan untuk Nabi Sulaiman as.

Kisah ini memberikan pelajaran penting betapa kecintaan kepada harta benda sangat mungkin menjadi batu ganjalan bagi seseorang dalam perjalanan menuju Allah. Rasa cinta kepada harta benda seringkali merubah watak seseorang yang asalnya baik dan rajin ibadah menjadi sombong dan malas beribadah. Oleh karena itulah kasih sayang Allah mengajarkan agar seseorang yang memiliki kecintaan kepada suatu benda tertentu dari harta perhiasan dunia agar melepaskan diri dari rasa cinta akan harta benda kesayangan tersebut dan lebih memilih menyedekahkannya agar mendapatkan pahala besar dari Allah azza wajalla sebagaimana yang ditegaskan oleh-Nya :

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّي تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَ…

“Kalian tidak akan pernah mendapatkan kebaikan sebelum kalian menginfakkan dari sebagian harta yang kalian sukai….” (QS Ali Imran : 92)

Imam Muhammad bin Ahmad al Qurthubi dalam tafsirnya menjelaskan makna kata al birr (kebaikan) pada ayat ini yang di antaranya :

  • Surga. Artinya kalian tidak akan diberikan surga sebelum menginfakkan sebagian harta yang kalian sayangi.
  • Amal shaleh
  • Pemberian. Artinya kalian tidak akan memperoleh kemuliaan agama dan taqwa sebelum kalian mau bersedekah dalam kondisi sehat, jiwa yang masih sangat menyenangi akan harta, berharap kaya dan khawatir miskin. Kalian tidak akan mendapatkan kebaikan sampai kalian mau bersedekah atau berinfak di jalan kebaikan dari sebagian harta kesayangan. Kalian tidak akan menerima kebaikan dariKu kecuali dengan kebaikan kalian kepada sesama dengan memberikan sumbangan berupa harta benda dan kedudukan yang dimiliki. Bila kalian melakukan ini semua niscaya kalian mendapatkan kebaikan dan kasih sayangKu.

Apapun tafsir ayat di atas, semua memiliki inti yang sama bahwa kita harus bersedekah, bukan sekedar bersedekah, melainkan menyedekahkan harta benda yang kita sayangi. Perintah dan pernyataan Allah azza wajalla ini disambut dengan sangat baik dan sempurna oleh seorang sahabat bernama Abu Thalhah al Anshari ra. Anas bin Malik ra meriwayatkan :

Adalah Abu Thalhah al Anshari ra seorang sahabat Anshar di Madinah yang paling banyak memiliki aset berupa kebun kurma. Di antara harta itu yang paling disayanginya adalah Bairuha’, sebuah kebun kurma yang dekat (dan langsung berhadapan) dengan masjid (Nabawi). Nabi Saw sendiri biasa memasuki kebun itu dan sekaligus juga meminum air dari sumur di dalamnya yang memancarkan air cukup jernih. Lalu ketika turun firman Allah “Kalian tidak akan pernah mendapatkan kebaikan sebelum kalian menginfakkan dari sebagian harta yang kalian sukai….”,

Abu Thalhah ra langsung bangkit (datang kepada) Rasulullah Saw dan mengatakan :
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah berfirman ‘Kalian tidak akan pernah mendapatkan kebaikan sebelum kalian menginfakkan dari sebagian harta yang kalian sukai….’, dan sesungguhnya yang paling aku sayangi di antara harta-hartaku adalah Bairuha’ , sungguh ia saya sedekahkah karena Allah seraya mengharapkan kebaikan dan simpanannya di sisi Allah, maka silahkan engkau arahkan sesuai yang diberitahukan oleh Allah kepadamu!”

Rasulullah Saw bersabda : “Bagus, bagus. Itu adalah harta yang menguntungkan” Selanjutnya Rasulullah Saw memberikan pengarahan :

…وَإِنِّيْ أَرَي أَنْ تَجْعَلَهَا فِى الْأَقْرَبِيْنَ

“….dan sesungguhnya aku berpendapat sebaiknya kamu memberikannya kepada para sanak kerabat (mu)!”

Selain Abu Thalhah ra, di antara sahabat yang juga berusaha menjalankan perintah Allah di atas adalah Umar ra. Bahkan dalam dua kesempatan berbeda, yaitu :

  • Ikrar wakaf di hadapan Rasulullah Saw. Putra Umar ra, yaitu Abdullah meriwayatkan : Sesungguhnya Umar ra pernah mendapatkan sebidang tanah di Khaibar. Lalu, beliau mendatangi Nabi saw dan meminta nasehat mengenai tanah itu, seraya berkata,Yaa Rasulullah, saya mendapatkan sebidang tanah di Khaibar. Saya tidak pernah mendapatkan harta lebih baik dari pada tanah itu , lalu bagaimanakah menurut engkau“. Nabi saw pun bersabda : “Jika engkau berkenan, tahanlah batang (pohon)nya, dan bersedekahlah (dengan buahnya)”. Ibnu Umar berkata : “Maka bersedekahlah Umar dengan buahnya, dan batang pohon itu tidak dijual, dihadiahkan, dan diwariskan. Dan Umar menyedekahkan (buah) nya kepada orang-orang fakir, para kerabat, para budak, orang-orang yang berjuang di jalan Allah, Ibnu Sabil , dan para tamu. Pengurusnya boleh memakan dari hasilnya dengan cara yang baik, dan memberikannya kepada temannya tanpa meminta harganya…”
  • Memerdekakan sahaya wanita yang rupawan. Mujahid meriwayatkan : Umar ra berkirim surat kepada panglima pasukan islam Abu Musa al Asy’ari ra (yang sedang bertugas di Iraq) yang berisi pesan agar membelikan untuknya seorang sahaya wanita dari Jalula’ saat penaklukan Mada’in wilayah kekuasaan Persia. Saad bin Waqqash ra menceritakan : “Umar ra kemudian memanggil sahaya wanita itu (ke Madinah). Begitu melihatnya, Umar ra sangat tertarik”. Lalu beliau pun mengatakan : “Sesungguhnya Allah azza wa jalla berfirman : Kalian tidak akan pernah mendapatkan kebaikan sebelum kalian menginfakkan dari sebagian harta yang kalian sukai….” Saad ra melanjutkan : “Umar ra lalu memerdekakan sahaya wanita tersebut”.
  • Abdullah bin Umar ra juga pernah memberikan pengakuan : “Aku mengingat ayat ini (yang artinya) “Kalian tidak akan pernah mendapatkan kebaikan sebelum kalian menginfakkan dari sebagian harta yang kalian sukai….” Lalu aku mengingat segala sesuatu yang telah diberikan oleh Allah kepadaku. Maka, aku tidak menemukan sesuatu yang lebih aku sayangi daripada seorang sahaya wanita dari romawi. Aku pun mengatakan: “Dia merdeka karena Allah” dan andaikan saja aku biasa mengambil kembali sesuatu yang telah kuberikan karena Allah, niscaya aku akan menikahinya.”

Bersedekah dengan sesuatu yang paling disukai juga pernah dilakukan oleh khalifah adil dari dinasti Bani Umayyah, Umar bin Abdul Aziz. Disebutkan bahwa beliau membeli banyak sekali manisan dan lalu menyedekahkannya. Ditanyakan : “Mengapa tidak engkau sedekahkan uangnya saja?” Umar bin Abdul Aziz menjawab : “Manisan adalah kesukaanku, maka aku suka bersedekah dengan sesuatu yang aku sukai”.

Rabi’ bin Khutsaim juga demikian halnya. Setiap kali ada peminta datang maka segera menyuruh sahaya wanitanya : “Berikan dia manisan, karena Rabi’ sangat menyukai manisan!”

= والله يتولي الجميع برعايته =