Kisah Syahid
|

Kisah Syahid, Keberanian, dan Pelajaran Abadi bagi Umat Islam

Kisah Syahid | Perang Mu’tah adalah salah satu peristiwa besar dalam sejarah Islam yang terjadi di sebuah kawasan bernama Mu’tah, di wilayah Jordania. Dalam perang ini, keberanian kaum Muslimin melawan pasukan kafir begitu menonjol, terutama dengan gugurnya tiga komandan utama yang menjadi pahlawan Islam: Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abi Thalib (dikenal sebagai Ja’far At-Thoyyar), dan Abdullah bin Rawwahah.

Sayyidina Ja’far At-Thoyyar gugur dengan penuh kemuliaan. Tubuh beliau menerima lebih dari lima puluh tusukan tombak dan tebasan pedang, semuanya berada di bagian depan tubuh—tanpa satu pun luka di punggung. Ini menunjukkan bahwa beliau tidak pernah mundur, melainkan menghadapi musuh dengan keberanian luar biasa. Kedua tangannya terputus saat terus memegang bendera perang, simbol kekuatan dan semangat Islam. Karena pengorbanannya, Rasulullah memberi kabar gembira bahwa ia masuk surga dengan terbang menggunakan dua sayap, maka ia pun dijuluki At-Thoyyar, yang terbang.

Dalam hadist lain, Rasulullah ﷺ bahkan mengabarkan wafatnya ketiga komandan ini sebelum kabar dari medan perang sampai ke Madinah. Jibril menyampaikan bahwa setelah Zaid gugur, komando diberikan kepada Ja’far, lalu kepada Abdullah bin Rawwahah, dan akhirnya dipegang oleh Khalid bin Walid. Meskipun baru masuk Islam dua bulan sebelumnya, Khalid memimpin dengan penuh kecakapan hingga membawa kemenangan. Karena itu, Rasulullah menjulukinya Saifullah—pedang Allah.

Ketika berita duka ini sampai ke Madinah, Sayyidah Aisyah menyaksikan Rasulullah begitu sedih. Seorang laki-laki datang menanyakan kondisi istri-istri para syuhada, dan Aisyah menjawab bahwa mereka menangis histeris. Rasulullah menyuruh mereka berhenti tiga kali, namun mereka tetap menangis. Maka Rasulullah bersabda, “Kalau begitu, menangislah terus. Nanti akan kubungkam mulut kalian dengan tanah.” Aisyah berkata, “Demi Allah, kalian tidak akan bisa berhenti menangis.” Ini menunjukkan bahwa menangis karena musibah diperbolehkan, asalkan tidak berlebihan seperti kaum Syiah.

Tunaikan Zakat, Infaq dan Sedekah Sekarang

Khalid bin Walid menceritakan bahwa sembilan pedang patah di tangannya selama perang, kecuali satu pedang lebar yang masih utuh. Sedangkan Abdullah bin Rawwahah, sebelum gugur, sempat pingsan dan melihat malaikat membawa alat pukul sebagai tanda kematian syahid.

Dari Kisah Syahid ini, umat Islam bisa mengambil banyak pelajaran penting. Pertama, keteguhan hati dan keberanian di jalan Allah adalah sifat yang harus dimiliki oleh setiap Muslim. Kedua, kesetiaan terhadap amanah, sebagaimana ditunjukkan para komandan yang bergantian membawa bendera Islam meski nyawa menjadi taruhannya. Ketiga, kemenangan bukan semata-mata karena jumlah atau kekuatan fisik, melainkan karena ketulusan dan keberpihakan Allah kepada mereka yang bersungguh-sungguh. Keempat, pentingnya kepemimpinan yang tanggap dan strategis seperti Khalid bin Walid yang mampu mengambil alih di saat genting.

Pelajaran lain yang tak kalah penting adalah sikap sabar dan tawakal dalam menghadapi musibah. Allah berfirman, “Tidaklah terjadi suatu musibah kecuali dengan izin Allah. Dan siapa yang beriman kepada-Nya, maka Allah akan beri petunjuk pada hatinya.” Bahkan dalam hadist disebutkan, “Siapa yang Allah kehendaki kebaikan, maka akan diuji dengan musibah.” Musibah bisa menjadi sarana penghapus dosa dan pengangkat derajat. Oleh karena itu, ketika diuji dengan kebaikan, kita harus menjaga hati dari kesombongan. Dan ketika diuji dengan keburukan, bersabarlah. Karena hakikat syukur adalah melihat siapa pemberi nikmat, bukan sekadar berapa banyak nikmat itu.

Perang Mu’tah bukan hanya kisah sejarah, tapi cermin perjuangan dan keteladanan dalam menghadapi ujian hidup, menjaga keimanan, serta mengikhlaskan pengorbanan demi agama. Sebuah pelajaran abadi bagi setiap hati yang mencintai kebenaran.