Sedekah Rumah Tradisi Abuya
Ketika Rasulullah Saw datang di Madinah, maka penduduk Madinah (para sahabat Anshar) menyambut dengan perasaan sangat gembira. Mereka wujudkan kegembiraan ini dengan berbagai model sambutan. Anas bin Malik ra meriwayatkan bahwa : “Ketika Rasulullah Saw datang di Madinah maka orang-orang (keturunan) Habasyah bermain dengan tombak-tombak mereka karena gembira dengan kedatangan beliau Saw”. Sedekah Rumah
Selanjutnya tidak ada rumah sahabat Anshar yang dilewati oleh Rasulullah Saw kecuali para penghuni mengatakan : “Wahai Rasulullah, marilah menuju kemuliaan, kekuatan dan kekayaan” beliau Saw pun dengan lemah lembut menjawab tawaran mereka :
إِنَّهَا مَأْمُوْرَةٌ خَلُّوْا سَبِيْلَهَا
“Sesungguhnya ia (unta kendaraan beliau) adalah diperintahkan, maka biarkanlah ia berjalan!”
Sesampai di kalangan Bani Salim, maka Rasulullah Saw dicegat oleh Itban bin Malik ra dan Naufal bin Abdillah ra. Sambil memegang tali kendali unta kendaraan Rasulullah, Itban berkata memohon :
“Wahai Rasulullah, tinggal-lah bersama kami karena sesungguhnya kami memiliki jumlah (banyak), memiliki keluarga besar dan banyak kelompok. Kami juga pemilik banyak tanah, kebun dan rumah tinggal. Wahai Rasulullah, dulu jika ada seorang Arab ketakutan dan datang memasuki perkampungan ini memohon perlindungan, maka kami mengatakan kepadanya : Tinggal-lah di sini sesukamu!”
Kata-kata Itban ini berhasil membuat Rasulullah Saw tersenyum sambil bersabda : “Sesungguhnya ia (unta kendaraan beliau) adalah diperintahkan, maka biarkanlah ia berjalan!”
Karena sangat berharap Rasulullah Saw tinggal bersama mereka, para tokoh Bani Salim lain yaitu Ubadah bin Shamit ra dan Ubadah bin Nadhlah ra mempertegas permohonan Itban : “Wahai Rasulullah, tinggalah bersama kami!” kembali Nabi Saw bersabda : “Semoga Allah memberkahi kalian, sesungguhnya unta (ini) ada yang memerintahnya!”
Unta itu terus berjalan. Sampai akhirnya berhenti di lokasi di mana sekarang berdiri Masjid Nabawi. Rasulullah Saw turun lalu bersabda : “Di sinilah rumah tempat tinggal, in sya Allah”.
Abu Ayyub ra lalu datang mendekat hendak menawarkan rumahnya untuk sementara sebagai tempat tinggal Rasulullah Saw. Tetapi ternyata banyak orang lain yang juga memberikan tawaran. Rasulullah Saw pun bertanya : “Rumah manakah yang terdekat dari sini?” Abu Ayyub ra segera menjawab: “Rumah saya, wahai Rasulullah. (lalu sambil menunjuk ia berkata) Inilah rumah saya dan inilah pintunya. Sungguh kami telah mengikat untamu di sini” Rasulullah Saw bersabda : “(Jika begitu) silahkan kamu siapkan tempat tinggal untukku!”. Akhirnya Rasulullah Saw tinggal di rumah Abu Ayyub al Anshari ra bersama dengan Zaid bin Haritsah ra.
Pada mulanya Rasulullah Saw tinggal di lantai bawah, tetapi kemudian karena rasa tawadhu’, Abu Ayyub ra memaksa Rasulullah Saw untuk berada di lantai atas. Sedang ia dan keluarga berada di bawah.
Dalam shahih Muslim diriwayatkan :
Sesungguhnya Nabi Saw tinggal di rumah Abu Ayyub ra. Nabi Saw tinggal di lantai bawah dan Abu Ayyub ra di lantai atas. Suatu saat, Abu Ayyub terbangun di tengah malam dan terlintas dalam benaknya : “Aku berjalan di atas kepala Rasulullah Saw?” mereka (Abu Ayyub ra dan keluarganya) malam itu akhirnya bergerak ke salah satu pojok rumah. Perasaan ini dihaturkan kepada Rasulullah Saw, tetapi beliau malah bersabda :
السِّفْلُ أَرْفَقُ
“(lantai) bawah lebih pas”
Maksudnya lebih pas bagi beliau Saw dan juga orang-orang yang mengunjungi beliau. (Akan tetapi Abu Ayyub tetap merasa tidak enak sehingga menegaskan kepada Rasulullah Saw) : “Saya tidak akan menaiki bangunan di mana anda berada di bawahnya!” (Rasulullah Saw akhirnya menuruti keinginan Abu Ayyub ra) sehingga beliau berpindah ke lantai atas. Sedang Abu Ayyub ra berada di lantai bawah.
Abu Ayyub ra pun berkhidmah membuat makanan untuk Nabi Saw. Dan setiap kali ada makanan yang tersisa maka Abu Ayyub ra bertanya di manakah bekas makanan yang tersentuh jari-jari beliau Saw. Lalu Abu Ayyub ra pun menjilatinya. Sampai suatu ketika Abu Ayyub ra memberikan Rasulullah Saw masakan yang mengandung bawang. Ketika makanan itu dikembalikan, ia bertanya bekas jari-jari Rasulullah Saw. Ketika dikatakan : “Beliau tidak memakan makanan ini” maka Abu Ayyub ra kaget dan segera naik ke atas : “Apakah ia (bawang) itu haram?” Rasulullah Saw bersabda : “Tidak, tetapi aku memang tidak menyukainya” Abu Ayyub berkata : “Sungguh saya juga tidak akan menyukai sesuatu yang tidak engkau sukai”
Dalam kisah ini bisa diambil pelajaran betapa para sahabat memiliki tatakrama sangat tinggi kepada Rasulullah Saw. Mereka juga memiliki kebiasaan mengambil berkah dari beliau Saw dengan salah satunya menghabiskan sisa makanan Rasulullah Saw. Dan mereka begitu sempurna dalam mengikuti Rasulullah Saw. Bukan hanya terkait ibadah, tetapi juga sampai pada tingkat kebiasaan, yaitu dalam selera makanan.
Selain ini, kisah tawaran para sahabat Anshar ra kepada Rasulullah Saw untuk tinggal bersama di rumah mereka menjadi salah satu tanda betapa memang mereka sangat mencintai Rasulullah Saw. Lebih dari itu juga bisa diambil pelajaran akan pentingnya menyokong para da’i dengan menyediakan atau memberikan rumah tempat tinggal, terutama bagi da’i yang telah berhijrah dan membutuhkan tempat tinggal. Artinya sedekah rumah bagi siapapun yang membutuhkan tempat tinggal, terutama bagi para pejuang di jalan Allah, adalah sesuatu ibadah sosial yang juga diajarkan dan sangat dianjurkan dalam islam.
Disebutkan dari Adiy bin Hatim at tha’i bahwa :
أَنَّهُ سَأَلَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ الصَّدَقَةِ أَفْضَلُ؟ قَالَ : “خِدْمَةُ عَبْدٍ فِى سَبِيْلِ اللهِ أَوْ ظِلُّ فُسْطَاطٍ أَوْ طُرُوْقَةُ فَحْلٍ فِى سَبِيْلِ اللهِ
Sesungguhnya ia bertanya kepada Rasulullah Saw : “Sedekah apakah yang paling utama?” Beliau Saw bersabda : “Pelayanan seorang hamba di jalan Allah, memberikan tempat berteduh (bagi mujahid), dan memberikan kendaraan di jalan Allah”. (HR Turmudzi no:1626 Kitab Fadha’il al Jihad bab (5) maa jaa’a fil khidmah fi sabilillahi)
Selain dalam kisah Abu Ayyub ra yang meminjamkan rumah kepada Rasulullah Saw di atas, sedekah rumah juga bisa berupa wakaf rumah sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari bahwa :
- Anas bin Malik ra yang berpindah ke Bashrah kemudian mewakafkan rumahnya di Madinah. Maka setiap berhaji dan berziarah (melewati) di Madinah, beliau singgah di rumah tersebut.
- Zuber bin al Awam ra juga mewakafkan rumah-rumahnya untuk tempat tinggal siapa saja yang membutuhkan. Artinya rumah tersebut tidak boleh dijual, dihibahkan atau diwaris. Kepada puteri-puterinya yang berstatus janda karena diceraikan suami, Zuber ra berpesan : “Kamu boleh tinggal di rumah ini dengan aman dan tetap menjaga kondisinya” Selanjutnya Zuber ra juga berpesan bahwa puterinya tidak memiliki hak bertempat tinggal di rumah wakaf ini jika sudah kembali bersuami.
- Abdullah bin Umar ra yang mendapatkan warisan rumah dari ayahnya juga mewakafkan rumah tersebut secara khusus sebagai tempat tinggal bagi siapa saja dari keluarganya yang membutuhkan.
Selain berada dan dilakukan oleh para sahabat ra, tradisi sedekah rumah dengan memberikan rumah gratis, sekedar tempat menumpang sementara, atau dengan mewakafkan rumah untuk komunitas tertentu, terus berjalan dan dilakukan oleh orang-orang yang diberikan kelapangan rizki dan hati oleh Allah azza wajalla. As Sayyid Muhammad al Maliki misalnya, beliau telah banyak membangun pesantren di Indonesia dengan prinsip tiga bangunan utama : yaitu mushalla, asrama santri dan rumah tempat tinggal pengasuh. Selanjutnya beliau mengatakan bahwa pesantren ini diwakafkan untuk seluruh kaum muslimin. Di antara pesantren yang dibangun oleh beliau adalah pesantren Darussalam di Tambak Madu Surabaya dan pesantren Nurul Haromain Pujon Malang. Barangkali apa yang dilakukan oleh orang-orang shaleh seperti tersebut di atas, berat dan rasanya tidak ada kemampuan secara keuangan maupun kemauan dari kita, maka sedekah rumah bisa dilakukan secara bersama-sama bergotong royong membangun rumah tempat tinggal bagi orang-orang yang membutuhkan dan terutama bagi para pejuang di jalan Allah.
= والله يتولي الجميع برعايته =