Hadits Kesebelas Pendidikan Praktek
Hadits Kesebelas. Rosululloh Bersabda :
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ:قَالَ رَسُوْلُ اللهِ النَّاسُ كَإِبِلِ مِائَةٍ لاَ تَكَادُ تَجِدُ فِيْهَا رَاحِلَةً
Dari Abdullah bin Umar ra. Ia berkata : Rasulullah ﷺ bersabda : “Manusia itu seperti seratus kumpulan seratus kelompok unta (sepuluh ribu unta), yang hampir kamu tidak mendapatkan di antaranya satu unta yang bisa dijadikan kendaraan”.
Diantara keistimewaan Rasulullah ﷺ atas nabi lainnya adalah beliau mendapatakan jawami’ al kalim, yakni sabda yang singkat namun maknanya padat. Diantaranya adalah sabda beliau di atas. Yang diantara kandunganya adalah tentang konsep bermuamalah yang indah sesama manusia, baik dalam berorganisasi maupun sosial lainnya. Bisa dilakukan oleh Bos dan Karyawan, Pejabat dan Rakyat, bahkan guru dengan murid.
Penjelasan Ringkas
Syaikh Muhammad Amin As-Syinqithi dalam kesempatannya mengisi Daurah ilmiyah Di Ma’had Nurul Haromain, mengatakan bahwa hadits ini memberikan pengertian bahwa manusia itu sedikit sekali yang sempurna, baik dalam perangai, agama, yang siap menanggung kesulitan dan selalu berhias dengan akhlak mulia. Yang sempurna dalam berbagai hal sangat sedikit, gambarannya jika kamu melihat 1000 unta belum tentu kamu mendapatkan 1 diantara mereka yang menjadi unta Rahilah. Unta Rahilah adalah unta pilihan yang sangat layak menjadi tunggangan, susunya paling baik, posturnya paling indah, dan lain sebagainya. 1 Rahilah belum tentu kamu temukan diantara 1000 unta, sebagaimana juga manusia. Dalam Al quran disebutkan وقليل من عبادي الشكور hambaku yang pandai bersyukur sangatlah sedikit.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa hadits ini hanya berlaku untuk generasi setelah generasi awal (sahabat) yang sangat bersih. Karena mereka adalah generasi terbaik yang diliputi dengan segala keutamaan. Tidak engkau jumpai dalam setiap 1000 unta kecuali kamu akan mendapati banyak Rahilah. Namun setelah mereka, generasi Rahilah menjadi sangat sedikit, hampir rasionya 1000 : 1.
Dalam Hadits ini, Rasulullah ﷺ mengkabarkan bahwa kekurangan merupakan suatu sifat yang ada pada setiap manusia, dan orang yang sempurna atau mendekati sempurna itu sedikit. Hal ini diperumpamakan seperti unta yang berjumlah seratus. Tentu dengan harga seekor unta yang cukup mahal, lalu berjumlah seratus, hal ini menunjukkan bilangan yang cukup besar. Namun demikian, walaupun jumlah unta tersebut banyak, namun jika Anda ingin memilih darinya satu unta saja, yang kuat membawa barang bawaan banyak dan kuat ditunggangi untuk menempuh perjalanan yang jauh, pulang-pergi, hampir-hampir Anda tidak mendapatkannya. Demikianlah keadaan manusia, bahwa manusia itu jumlahnya banyak, namun jika Anda mencari di antara mereka orang yang mampu melakukan semua hal dengan sempurna dan benar-benar memenuhi syarat dengan nilai istimewa, itu sangatlah sulit didapatkan. Misalnya Anda mencari orang yang mampu untuk mengajarkan ilmu Syar’i, berfatwa, atau menjadi pemimpin negara, menjadi pemimpin yang adil, baik untuk wilayah besar atau organisasi kecil atau tugas-tugas yang sangat penting, maka hampir-hampir Anda tidak mendapatkan orang yang mampu melakukan perkara-perkara tersebut dengan sempurna, sangat sedikit orang yang memenuhi kriteria dengan sempurna dan ini kenyataan.
Pelajaran Hadits
Hadits ini juga mengandung petunjuk Syar’i sebagai berikut :
- Perintah untuk mempersiapkan orang-orang pilihan dan kader unggul.
(Kaderisasi) Dalam Hadits ini terkandung di dalamnya petunjuk dari Rasulullah ﷺ kepada umatnya bahwa umat ini selayaknya berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mempersiapkan orang-orang pilihan dan kader-kader unggul, yaitu calon-calon ulama, tokoh masyarakat, dan pemimpin yang mampu memikul tugas-tugas besar dan urusan-urusan masyarakat luas. Terlebih adalah Ulama, karena Rasulullah tidak mewariskan harta benda, namun yang beliau wariskan adalah ilmu. Ilmu juga merupakan nyawa agama Islam. Hal ini sebenarnya sudah ditunjukkan Allah Ta’ala dalam firman-Nya :
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tiap-tiap golongan tidak mengutus beberapa orang untuk memperdalam agama lalu memberi peringatan kepada kaumnya, apabila mereka telah kembali; supaya mereka itu dapat menjaga diri.” (Q.s. At-Taubah [9]: 122).
Allah memerintahkan jihad dan memerintahkan pula agar ada sekolompok umat ini yang menunaikan tugas jihad. Namun, Allah juga memerintahkan agar ada sekelompok orang yang mencukupi untuk memperdalam agama Islam lalu memberi peringatan kepada kaumnya. Dua kelompok tersebut, satu sama lain saling tolong menolong, dan bahu membahu dalam kebaikan dan ketakwaan.
Diawal perjalanan dakwahnya, Rasululullah ﷺ selain mengirim surat untuk para Raja, juga beliau siapkan para kader militan dari para sahabat sehingga semakin lama dakwah beliau semakin tersebar luas, sampai Islam dikenal di seluruh penjuru dunia dan aturannya masih tetap berlaku hingga saat ini. Tahapan yang dilakukan Rasulullah melalui tiga materi yaitu, Aqidah (keyakinan), Tazkiyah (pembersihan hati) dan Tsaqafah (wawasan luas), sebagaimana yang dikhabarkan dalam ayat :
لَقَدْ مَنَّ اللّٰهُ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ اِذْ بَعَثَ فِيْهِمْ رَسُوْلًا مِّنْ اَنْفُسِهِمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ اٰيٰتِهٖ وَيُزَكِّيْهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَۚ وَاِنْ كَانُوْا مِنْ قَبْلُ لَفِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ
“Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata”. (QS. Ali Imran : 164)
Keberhasilan Rasulullah ﷺ dalam menyiapkan kader sudah diabadikan dalam Alquran dengan redaksi خير أمة umat terbaik yang dikeluarkan untuk masunia. Mereka beramar makruf dan Nahi munkar.
Bicara kaderisasi, dengan melihat strategi yang dilakukan Rasulullah ﷺ di atas, maka pondok pesantren merupakan salah tempat terbaik untuk mengkader seseorang menjadi seorang ulama yang unggul.
Di Pondok Pesantren bukan hanya ilmu saja yang diajarkan, namun akhlak juga menjadi perhatian khusus, bukan hanya akhlak kepada manusia saja, namun akhlak kepada Allah dan semua makhluknya. Semua itu diajarkan di pesantren. Selain itu pesantren juga mengajarkan kepada santri tentang praktik berdakwah di masyarakat, agar kelak ilmunya bermanfaat ketika sudah pulang di kampung halaman, atau berkancah di dunia internasional. Sebagaimana pesan dari ayat di atas, {lalu memberi peringatan kepada kaumnya, apabila mereka telah kembali supaya mereka itu dapat menjaga diri.” (Q.s. At-Taubah [9]: 122).
Namun sayangnya, tidak semua pesantren memberikan porsi kurikulum dakwah ini sebesar porsi kurikulum penuntasan ilmu itu sendiri. Padahal kurikulum praktik dakwah itu juga penting sebagaimana pentingnya mendapatkan ilmu. Andai saja setiap pondok pesantren di Indonesia membekali santrinya kurikulum praktik berdakwah secara serius, niscaya akan banyak kader unggul yang bermunculan, yang bukan hanya memikirkan nasib diri dan keluarga, tapi juga masyarakat dan kaum muslimin secara luas.
Selanjutnya, Dalam kitab Al Wa’yi yang disusun oleh Abina KH. M. ihya’ Ulumiddin, dijelaskan bahwa setiap kader haruslah mempunyai dua kriteria, jika satu saja tidak ada, maka tidak sempurna apalagi tidak ada sama sekali. Dua kriteria tersebut adalah :
- Alim
- Ghoyur.
Ya, dua kriteria itu haruslah dimiliki oleh setiap calon kader Muslim. Seorang kader harus mumpuni ilmunya. Karena orang yang tidak mempunyai sesuatu tidak akan mempu memberi. Apalagi tidak punya ilmu, sementara yang membedalan antara kader ulama dengan bukan kader adalah ilmunya.
Yang kedua adalah ghiroh semangat untuk menyampaikan kepada orang lain. Dalam dadanya harus terpatri kuat ingin sekali setiap orang Islam senantiasa dalam jalan Allah. Alim saja tidak ada ghiroh maka stagnan, sementara ghiroh saja tanpa ilmu jelas rusak. Tidak layak jadi pimpinan.
- Memilih Orang yang Terbaik dalam setiap mengerjakan sesuatu, namun Jika Tidak Mendapatkannya, Maka Pilihlah yang Mendekati Terbaik.
Pelajaran kedua dari hadits di atas adalah memilih pelaku yang terbaik, jika tidak maka pilih yang mendekati terbaik. Suatu hal yang dimaklumi adalah sebuah kewajiban bagi yang berwenang untuk memilih orang-orang yang terbaik dan yang paling memenuhi syarat memegang suatu jabatan, pekerjaan, tugas, urusan-urusan, dan wilayah-wilayah kepengurusan umat ini. Jika perkara-perkara tersebut diserahkan kepada orang yang tidak berkompeten, tidak kredibel dan tidak memenuhi syarat, maka tunggulah saat kehancurannya! Sebagaimana dalam hadits :
إِذَا وَسَدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ (الْبُخَارِيُّ)
“Jika suatu urusan diserahkan pada yang bukan Ahlinya, maka tunggulah kehancuran” (HR Bukhari)
Dengan demikian, maka buatlah kriteria yang baik untuk siapapun yang akan memegang sebuah amanah. Carilah yang kriterianya penuh, jika belum mendapat, maka ambillah yang mendekatinya sambil lakukan proses yang cukup agar kekurangan itu segera terpenuhi.
- Manusia Tidak Ada Yang Sempurna, Maka Harus Bersabar, Saling Memberika Manfaat Dan Bukan Mengejek Dan Merendahkan.
Kita sadar bahwa manusia tidak ada yang sempurna dalam semua aspek. Oleh sebab itu Allah memberikan petuah agar dalam hidup ini haruslah saling sabar atas kekurangan orang lain, dan bisa saling mengambil manfaat, bukan justru berbangga atas satu kelebihan yang dimilikinya dan merasa dirinya yang paling unggul dan tinggi derajatnya disisi Allah. Ingatlah bahwa yang paling unggul disisi Allah adalah yang paling bertakwa diantara kalian dan kelebihan yang diberikan kepada Allah itu salah satu cara yang Dia berikan kepada kalian agar bisa mendapatkan tutup dari kekurangan kalian. Tentang sabar Allah telah berpesan :
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اصْبِرُوْا وَصَابِرُوْا وَرَابِطُوْاۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung”. (QS. Ali Imran : 200)
Tentang pentingnya saling mengambil manfaat atas kelebihan yang dianugerahkan Allah, Allah berfirman :
وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا ۗ
“….dan kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain”. (QS. Azzukhruf : 32)
Abuya juga berpesan
الْمَزِيَّةُ لَا تَقْتَضِي الْأَفْضَلِيَّةَ
Kelebihan bukan berarti keunggulan.
Kamu pintar ceramah, namun tidak pintar dalam membersihkan sampah. Tukang sampah memang pintar membersihkan sampah, namun juga tidak pintar dalam berceramah. Keduanya sama. Sama-sama punya kekurangan, juga punya kelebihan masing-masing. Salinglah berbagi manfaat. Bukan malah menjadi sekat.
وَاللَّهُ يَتَوَلَّى الْجَمِيعَ بِرِعَايَتِهِ
Oleh : Ust.Bahruddin Thohir
Sekretaris Umum
Ma’had Nurul Haromain