Sedekah Makanan menjadi muslim terbaik
Sedekah Makanan | Hanyalah Islam, agama yang diridhai oleh Allah azza wajalla. Oleh karena itulah Islam menjadi satu-satunya agama yang dibawa oleh para nabi dan utusan Allah. Dan ibarat sebuah bangunan besar, indah dan terlihat megah, bangunan Islam telah selesai dibangun secara sempurna saat Rasulullah Saw datang diutus oleh Allah kepada umat manusia seluruh dunia. Rasulullah Saw bersabda :
مَثَلِيْ وَمَثَلُ الْأَنْبِيَاءِ كَمَثَلِ رَجُلٍ بَنَي بُنْيَانًا فَأَحْسَنَهُ وَأَجْمَلَهُ فَجَعَلَ النَّاسُ يُطِيْفُوْنَ بهِ يَقُوْلُوْنَ مَا رَأَيْنَا بُنْيَانًا أَحْسَنَ مِنْ هذَا إِلَّا هَذِهِ اللَّبِنَةَ فَكُنْتُ أَنَا تِلْكَ اللَّبِنَةَ
“Perumpamaanku dan perumpamaan para nabi adalah seumpama seorang yang sudah mendirikan sebuah bangunan. Ia memperbaiki dan memperindahnya sehingga ketika orang-orang yang mengelilinginya (menemukan) seraya mengatakan: Kami tidak pernah melihat bangunan lebih baik dari ini kecuali (sayang) masih ada satu bata ini (yang belum terpasang). Maka akulah satu bata itu”
Hadits ini selain menegaskan keterkaitan erat risalah Rasulullah Saw dengan para nabi alaihimussalam terdahulu, juga memberikan gambaran betapa Islam itu indah dengan gambaran yang sangat mudah dimengerti dan memang sangat digemari oleh seluruh manusia, yaitu sebuah rumah tempat tinggal yang telah selesai dibangun dengan sempurna mengikuti prinsip bangunan berupa kekuatan, keindahan dan jelas fungsinya.
Dan di antara keindahan atau hiasan rumah islam yang harus dimengerti dan dijalani adalah memberikan makanan. Abdullah bin Amar bin Ash ra meriwayatkan:
Seorang lelaki (Abu Dzarr ra atau Hani’ bin Yazid ayahanda Qadhi Syureh) bertanya : “Islam seperti apakah yang lebih baik?” Rasulullah saw bersabda :
تُطْعِمُ الطَّعَامَ وَتَقْرَأُ السَّلَامَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لَـمْ تَعْرِفْ
“Kamu memberikan makanan (Sedekah Makanan) dan kamu mengucapkan salam kepada orang yang kamu mengenalnya dan orang yang tidak pernah kamu mengenalnya”
Ketika rumah Islam kelihatan indah dengan memberikan makanan, maka begitu pula halnya bagi orang yang memberi makanan, ia mendapat kemuliaan termasuk dalam kelompok sebagai seorang muslim yang terbaik. Shuheb bin Sinan ar Rumi ra meriwayat sabda Nabi Saw:
خَيْرُكُمْ مَنْ أَطْعَمَ الطَّعَامَ
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang memberikan makanan (Sedekah Makanan)”
Secara khusus islam juga mengajarkan bahwa memberi makanan sangat dianjurkan dan bahkan diwajibkan dalam kondisi tertentu atau kepada orang tertentu; terutama orang yang kekurangan, menyuguh tamu, anak yatim, fakir miskin, dan tetangga yang sedang dalam kondisi kekurangan. Ibnu Abbas ra meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda :
لَيْسَ الْمُؤْمِنُ الَّذِيْ يَشْبَعُ وَجَارُهُ جَائِعٌ
“Bukanlah orang yang beriman, seseorang yang kenyang sementara tetangganya lapar”
Imam Ibnu Rajab al Hambali menyatakan
Dan termasuk model memberi makanan (Sedekah Makanan) yang paling utama adalah seseorang memberikan makanan pada saat ia sendiri membutuhkan. Ia lebih mendahulukan orang lain (itsaar). Allah azza wajalla berfirman :
وَيُؤْثِرُوْنَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ
“Dan mereka mendahulukan (orang lain) atas diri mereka meski mereka sedang dalam keadaan sangat susah”
Seorang lelaki (dari Anshar yang telah tiga hari tidak makan) datang kepada Rasulullah Saw. Ia berkata : “Sungguh saya benar-benar dalam keadaan sangat lapar” Nabi Saw lalu mengirim orang untuk bertanya kepada sebagian isteri beliau. Isteri beliau menjawab : “Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan hak. Saya tidak memiliki apapun selain air” beliau lalu mengirim orang lagi kepada isteri beliau yang lain dan ternyata juga mendapatkan jawaban yang sama. Sampai seluruh isteri beliau juga demikian halnya. Akhirnya beliau Saw bersabda : “Siapakah orang yang bisa memberikan suguhan (Sedekah Makanan) kepada orang ini pada malam ini, semoga Allah merahmatinya?!” seorang lelaki Anshar (bernama Abu Thalhah, dan bukan Abu Thalhah Zaid bin Sahl suami Ummu Sulem ra) bangkit menyatakan kesediaan : “Saya, wahai Rasulullah”.
Ia (Abu Thalhah) lalu mengajak lelaki yang kelaparan tersebut ke rumahnya. Ia bertanya kepada isterinya : “Apakah ada sesuatu yang kamu miliki?” sang isteri menjawab : “Tidak, kecuali hanya makanan buat anak-anak ku” ia berkata : “Jika begitu maka bujuk mereka dengan sesuatu hal. Dan bila tamu kita masuk maka padamkanlah lampu dan perlihatkan kepadanya bahwa kita sedang makan…mereka pun duduk bersama dan tamu itupun menikmati makanan”. Keesokan hari ia datang kepada Nabi Saw sehingga beliua Saw bersabda :
قَدْ عَجِبَ اللهُ مِنْ صَنِيْعِكُمَا بِضَيْفِكُمَا اللَّيْلَةَ
“Sungguh Allah sangat senang dengan perlakuan kalian berdua kepada tamu kalian pada malam tadi”
Begitu penting ajaran memberi dan membagikan makanan (Sedekah Makanan) bagi keindahan agama serta bagi orang-orang yang membutuhkan, sehingga Rasulullah Saw banyak menjelaskan manfaat dan pahalanya yang antara lain :
Amalan pelebur dosa
Abu Hurairah ra meriwayat sabda Rasulullah Saw :
الْكَفَّارَاتُ إِطْعَامُ الطَّعَامِ وَإِفْشَاءُ السَّلَامِ وَالصَّلَاةُ بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ
“Kaffarat (amalan-amalan pelebur dosa) adalah memberi makanan, menyebarkan salam, dan shalat pada malam hari saat manusia dalam keadaan tidur” (HR Imam Hakim dalam al Mustadrak no : 7255)
Pentingnya usaha membersihkan dosa dengan memberi makanan ini bisa juga difahami dari kisah rahib yang telah menyembah Allah 70 tahun lamanya, tetapi kemudian terjatuh dalam kemaksiatan yang pada akhirnya mendapatkan ampunan Allah karena memberikan dua potong roti (Sedekah Makanan) bekalnya kepada seorang pengemis (Lihat : Sedekah Pembersih Dosa).
Abu Musa al Asy’ari ra berpesan kepada puteranya :
اذْكُرُوْا صَاحِبَ الرَّغِيْفِ
“Ingatlah pemilik roti!”
Pemicu kedatangan rizki
Dari Abu Said al Khudri ra bahwa Rasulullah Saw bersabda :
الرِّزْقُ إِلَى بَيْتٍ فِيْهِ السَّخَاءُ أَسْرَعُ مِنَ الشَّفْرَةِ إِلَى سَنَامِ الْبَعِيْرِ
“Rizki lebih cepat (datang) kepada sebuah rumah yang di dalamnya ada kedermawanan daripada parang (memotong) leher unta”
Menurut Imam al Munawi dalam faedhul Qaiir hadits ini mendorong supaya seseorang berlaku dermawan, murah hati dan banyak memberi (kepada siapa saja) terutama kepada keluarga sendiri yang oleh Allah rizki mereka disalurkan melalui dirinya. Dan barang siapa melakukan hal itu maka sungguh sikap murah hati adalah pemicu dan penarik kedatangan rizki.
Tanda kebaikan sebuah amalan
Kesimpulan ini bisa diambil dari ajaran Rasulullah Muhammad Saw kepada orang yang sedang berhaji atau setelah berhaji agar menyempatkan memberi makanan kepada orang lain karena itu menjadi salah satu upaya atau tanda kebaikan (ke-mabruran-an) haji.
Jabir bin Abdillah ra meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda : “Haji mabrur tidak ada balasan baginya kecuali surga” ditanyakan : “Apa bentuk (kebaikan atau ke-mabrur-an) haji?” beliau Saw bersabda :
“إِطْعَامُ الطَّعَامِ وَطِيْبُ الْكَلَامِ” وَفِي رِوَايَةٍ: “إِطْعَامُ الطَّعَامِ وَإِفْشَاءُ السَّلَامِ”
“Memberi makanan (Sedekah Makanan) dan ucapan yang baik” dalam riwayat lain : “Sedekah Makanan dan menyebarkan salam”.
Selain manfaat di atas, memberi dan berbagi makanan, jika dipadukan dengan amalan-amalan lain juga memberikan kesempatan seseorang untuk mendapatkan hadiah Allah berupa naungan Arasy, memiliki rumah indah di surga, serta memasuki satu pintu khusus kelak saat memasuki surga Allah. Rasulullah Saw bersabda :
مَنْ أَطْعَمَ مُؤْمِنًا حَتَّي يُشْبِعَهُ مِنْ سَغَبٍ أَدْخَلَهُ اللهُ بَابًا مِنْ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ لَا يَدْخُلُهُ إِلَّا مَنْ كَانَ مِثْلَهُ
“Barang siapa memberi makan seorang mukmin sehingga membuatnya kenyang dari kelaparan, maka Allah pasti memasukkannya melalui salah satu pintu dari pintu-pintu surga. Tidak akan memasuki pintu itu kecuali orang yang serupa dengannya” (HR Thabarani dalam al Kabiir)
Tentunya jika semua itu dilakukan semata karena Allah azza wajalla. Dia berfirman :
إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لا نُرِيدُ مِنْكُمْ جَزَاءً وَلا شُكُورًا
“Sesungguhnya kami memberi makanan kepada kalian hanyalah karena mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak mengharap balasan dan terima kasih dari kalian”
Islam dan Tradisi Kondangan
Pada moment tertentu saat mendapatkan rizki habis membeli kendaraan baru, hendak memulai usaha baru, hendak bepergian jauh maka orang-orang di desa saya biasa membuat tumpeng dan mengundang tetangga sekitar rumah atau satu RT untuk datang membaca do’a dan membawa pulang berkatan. Ketika menjelang ramadhan pada sore hari tanggal 29 Sya’ban semua anggota masyarakat juga biasa membuat tumpeng dan saling bergantian mendatangi rumah masing-masing.
Pada esok hari raya baik Idul Fithri maupun Idul Adha, usai shalat subuh dan sebelum berangkat ke masjid untuk shalat Id, maka seluruh masyarakat keluar dari rumah dengan membawa tumpeng menuju tempat yang telah ditentukan, di balai desa, serambi masjid atau yang lain untuk melaksanakan acara selamatan atau kondangan hari raya.
Di pesantren Langitan widang Tuban Jawa Timur yang kala itu di bawah asuhan KH Ahmad Marzuqi Zahid dan KH Abdullah Faqih juga berjalan tradisi selamatan yang biasa disebut Takhtiman yang dilaksanakan dengan mengundang seluruh teman sekelas ke rumahnya oleh teman-teman yang baru saja menyelesaikan pelajaran Alfiyyah Ibnu Malik.
Ketika datang dari haji maka selain menerima banyak tamu yang berziarah meminta do’a, orang yang baru datang berhaji juga melaksanakan acara selamatan yang biasa disebut Njamu. Dan masih banyak lagi model selamatan atau mengundang tetangga untuk kondangan yang dilakukan oleh masyarakat.
Ternyata setelah sekian lama kita baru menyadari dan bisa menjelaskan bahwa acara-acara kondangan seperti tersebut di atas memiliki efek sosial yang cukup berarti, acara-acara tersebut adalah media sangat efektif untuk menjalin kerukunan dan kebersamaan karena di dalamnya ada saling memberi makanan yang memiliki pengaruh sangat kuat dalam pertautan hati yang karenanya saat awal-awal kedatangan di Madinah, Rasulullah Saw menganjurkan supaya para sahabatnya saling memberi makanan.
Dalam acara kondangan tersebut terjadi saling mengunjungi di antara tetangga.
Selain itu bagi orang yang mempunyai hajat, orang yang mengundang, membuat acara selamatan adalah sebagai bentuk rasa syukur karena telah mendapatkan nikmat bisa melaksanakan kebaikan atau mendapatkan kebaikan.
Secara syar’i acara kondangan juga memiliki landasan dalil yang cukup. Imam Bukhari dalam kitab shahihnya membuat sebuah judul Bab At Tha’aam Indal Qudum (makanan saat datang dari bepergian), yang selanjutnya menyebutkan hadits riwayat Jabir bin Abdillah ra :
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا قَدِمَ الْمَدِيْنَةَ نَحَرَ جَزُوْرًا
“Sesungguhnya Rasulullah saw ketika datang di Madinah maka beliau menyembelih unta”
Dalam versi lain disebutkan : “Nabi Muhammad Saw membeli unta dariku dengan dua uqiyah dan satu dirham atau dua dirham. Selanjutnya ketika sampai di sebuah tempat di wilayah Madinah bernama Shirar beliau memerintahkan agar unta itu disembelih lalu dimakan bersama-sama”.
Terkait dengan acara selamatan atau kondangan pasca menyelesaikan sebuah studi bahkan secara jelas disebutkan dalam sebuah atsar dari Ibnu Umar ra :
تَعَلَّمَ عُمَرُ الْبَقَرَةَ فِى اثْنَى عَشَرَةَ سَنَةً فَلَمَّا خَتَمَهَا نَحَرَ جَزُوْرًا
“Umar ra mempelajari surat Albaqarah selama dua belas tahun, lalu ketika sudah mengkhatamkannya maka ia menyembelih unta” (Diriwayatkan Imam Malik dari Nafi’ dari Ibnu Umar ra dan disebutkan oleh Imam Al Qurthubi dalam Muqaddimah Tafsirnya)
Selain dalil-dalil ini, tradisi kondangan atau selamatan juga secara jelas diajarkan ketika seseorang menikah. Setelah akad pernikahan dilaksanakan maka disunnahkan mengadakan acara walimah yang pada intinya adalah makan bersama. Juga Aqiqah menyambut kelahiran bayi. Ini semua menunjukkan bahwa acara kondangan, makan bersama atau selamatan merupakan tradisi yang sangat baik sehingga perlu dilestarikan dan dikembangkan. Inilah salah satu hikmah mengapa kondangan yang memang sudah menjadi tradisi orang jawa Hindu tidak dihapuskan oleh dakwah walisongo karena memang selaras dengan prinsip Islam. Hanya tujuan dan caranya saja yang diubah, diisi dengan bacaan kalimat thayyibah dan do’a permohonan kepada Allah Azza wajalla.
= والله يتولي الجميع برعايته =