Sedekah Tanah
|

Sedekah Tanah, Sedekah yang dianjurkan

Sedekah Tanah | Di antara nikmat yang diberikan oleh Allah kepada manusia adalah nikmat harta benda. Aset-aset kekayaan ini bermacam bentuk dan rupa. Salah satunya adalah berupa tanah atau lahan yang bisa digunakan untuk bangunan sebagai tempat tinggal dan keperluan lain, atau juga tanah untuk sawah, kebun dan ladang yang bisa menghasilkan. Dan lazimnya nikmat Allah lain yang harus diceritakan dan dibagikan kepada orang lain yang membutuhkan, maka tanah juga demikian halnya.

Dalam ajaran islam sedekah tanah juga dianjurkan sebagaimana fakta sejarah berikut ini:

Wakaf Umar ra

Ibnu Umar ra meriwayatkan : Umar ra mendapatkan bagian di Khaibar berupa sebidang tanah. Beliau lalu datang kepada Nabi Saw dan mengatakan : “Saya mendapatkan tanah di mana saya tidak mendapatkan tanah sebaik darinya, lalu apa yang engkau perintahkan kepadaku?” beliau Saw bersabda :

إِنْ شِئْتَ حَبَّسْتَ أَصْلَهَا وَتَصَدَّقْتَ بِهَا

“Jika mau maka kamu bisa menahan asalnya (tetap mengurusnya) dan kamu sedekahkan (hasil atau buah)nya”

Umar ra lalu menyedekahkan (mewakafkan hasil) tanah itu kepada orang-orang fakir, para kerabat, budak-budak mukatab, kepentingan perjuangan di jalan Allah, untuk tamu dan para musafir, sehingga tanah itu tidak boleh dijual, tidak boleh dihibahkan dan juga tidak boleh diwarisi. Akan tetapi diperbolehkan bagi orang yang mengurusnya memakan darinya atau memberi makan kepada teman tanpa harus mengambil darinya sebagai hak milik pribadi]

Wakaf Saad bin Ubadah ra untuk mendiang Ibu

Ibnu Abbas ra meriwayatkan : Sesungguhnya ibunda Saad ra meninggal dunia ketika Saad sedang tidak berada di rumah. Lalu ia (datang dan) berkata : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku meninggal dunia saat saya sedang tidak berada bersama beliau. Apakah bisa memberikan manfaat kepada beliau jika saya bersedekah untuknya?” Rasulullah Saw bersabda : “Ia” Saad berkata :

فَإِنَّ حَائِطِيْ الْمِخْرَافَ صَدَقَةٌ عَلَيْهَا

“Maka sesungguhnya kebun kurma saya yang subur adalah sedekah untuk beliau (ibu saya)”

Selain memberikan makna sedekah tanah, dalam hadits ini juga terdapat pelajaran bahwa seorang anak masih memiliki kesempatan berbakti kepada kedua orang tua sepeninggal mereka dengan cara salah satunya bersedekah untuk orang tua.

Wakaf Bani Najjar

Bani Najjar adalah nama sebuah suku terkemuka di kalangan penduduk Madinah. Suku ini memiliki hubungan erat dengan Rasulullah Saw karena Salma isteri Sayyid Hasyim, buyut Rasulullah Saw berasal dari suku ini. Dari Salma kemudian Sayyid Hasyim memiliki putera bernama Syaibatul Hamdi yang lalu terkenal dengan sebutan Abdul Mutthalib. Maka ketika sakit sepulang berdagang dari Syam dan akhirnya wafat, Sayyid Abdullah ayahanda Rasulullah Saw berada di kalangan Bani Najjar. Nama Bani Najjar juga kembali muncul ke permukaan dan menjadi penting di saat Rasulullah Saw bermaksud mendirikan masjid Nabawi yang kebetulan berlokasi di area (tanah) milik mereka. Anas bin Malik ra meriwayatkan :

Ketika datang di Madinah, Rasulullah Saw memerintahkan agar membangun masjid. Dan beliau pun bersabda : “Wahai Bani Najjar, hargailah oleh kalian (jual-lah kepadaku) kebun kurma kalian ini!” mereka menjawab :

لَا نَطْلُبُ ثَمَنَهُ إِلَّا إِلَى اللهِ

“Kami tidak meminta harganya kecuali kepada Allah”

Sedekah Tanah Secara Cuma-Cuma

Islam memperbolehkan pemilik tanah menyewakan tanahnya dengan harga di awal atau dengan berbagi hasil. Akan tetapi seorang muslim diajarkan agar juga menyedekahkannya secara cuma-cuma kepada orang lain untuk ditanami dan diambil hasilnya oleh orang tersebut. Rasulullah Saw bersabda :

مَنْ كَانَتْ لَهُ أَرْضٌ فَلْيَزْرَعْهَا أَوْ لِيَمْنَحْهَا أَخَاهُ فَإِنْ أَبَي فَلْيُمْسِكْ أَرْضَهُ

“Barang siapa memiliki tanah maka hendaklah ia menanaminya atau memberikannya kepada saudaranya, atau jika tidak mau maka silahkan menahan (membiarkan) tanahnya” (HR Bukhari no : 2341 Kitab al Harts wal muzaara’ah bab 18)

Berbicara tentang memberikan tanah secara cuma-cuma untuk sekedar ditanami dan diambil hasilnya, maka kami mengingat cerita dari seorang cucu yang pernah menceritakan bahwa kakeknya dulu yang bernama Abdullathif adalah seorang kaya raya yang sangat dermawan. Tidak datang orang meminta bantuan atau pinjaman pasti diberikan. Sampai suatu saat ada orang datang meminta beras, maka beliau memberikan beras sekaligus memberikan sebidang sawah untuk ditanami padi. KH Hasyim Asy’ari, KH Ramli Tamim yang sering berkunjung kepada beliau sampai pernah mengatakan : “Amal shalehmu ini nanti berkahnya akan terlihat pada cucumu” ternyata do’a para kiyai ini betul-betul dikabulkan Allah. Salah seorang cucu Mbah Abdullathif, yaitu KH Iskandar (almarhum) akhirnya dikenal sebagai seorang pendiri sebuah pesantren di Krian Sidoarjo JawaTimur yang telah banyak memiliki cabang.

Jadi sedekah tanah sebagaimana di atas bisa berwujud pada mewakafkan tanah untuk bangunan atau diambil hasilnya, meminjamkan tanah, atau memberikan tanah secara cuma-cuma. Hal yang perlu menjadi catatan adalah bahwa sedekah atau wakaf tanah bukan harus diperuntukkan untuk sebuah bangunan. Akan tetapi bisa pula tanah tersebut ditanami atau dikelola sehingga memberikan hasil secara berkesinambungan. Catatan ini menjadi begitu penting ketika banyak fenomena di mana orang-orang yang dilapangkan hatinya untuk berwakaf. Sepertinya tidak lega jika di atas tanah wakafnya tidak berdiri sebuah bangunan masjid, mushalla atau pesantren. Padahal jika tanah itu menghasilkan dengan dikelola atau disewakan yang hasilnya dipergunakan untuk kepentingan perjuangan di jalan Allah. Maka pahalanya juga tetap sama dan in sya Allah terus mengalir.

= والله يتولي الجميع برعايته =