|

Sihir Ucapan

Rosululloh bersabda :

[1]عَنْ عَبْدِ اللهِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّهُ قَدِمَ رَجُلاَنِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَخَطَبَا فَعَجِبَ النَّاسُ لِبَيَانِهِمَا فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ إِنَّ مِنَ الْبَيَانِ لَسِحْرً

Dari Abdullah bin Umar ra bahwa sesungguhnya dua orang lelaki dari timur datang. Keduanya lalu berkhutbah sehingga membuat orang-orang terpesona oleh ucapan mereka. maka Rasulullah bersabda : “(“Sesungguhnya sebagian dari ucapan benar-benar bisa menjadi seperti sihir”)”.

  1. Dua orang laki-laki : Ibn Hajar berkata, “Saya tidak tahu persis siapa namanya, namun sekelompok Ulama berasumsi bahwa keduanya adalah Zibriqan Bin Badr, dan Amr Bin Ahtam. Zibriqan adalah julukan. Nama lengkapnya Hushain Bin Badr Bin Imril Qais[2], Seorang Sahabat dan salah satu pimpinan kaumnya, di akhir hayatnya Allah ambil penglihatannya. Ia seorang Fasih dan Penyair Ulung, wafat tahun 45 H. Sedangkan Amr Bin Ahtam adalah Amr Bin Sinan At Tamimi al Munqiri Salah satu tokoh Ahli Syair dan Orator di masa Jahiliyah dan Islam. Keduanya adalah orang tamim”.
  2. Dari Timur. Ibn Hajar berkata, “Maksudnya dari arah timur, sedangkan tempat tinggal orang-orang Tamim adalah dari arah Iraq, posisinya di sebelah timur Madinah”.
  3. Ucapan ada dua macam : Pertama informatif, sebatas menyampaikan berita tanpa polesan. Kedua, Informasi dengan memoles kalimat. Model ucapan yang ke dua inilah yang menyerupai sihir, karena keduanya bisa memalingkan sesuatu dari hakikatnya. Dan yang buruk adalah jika ucapan itu digunakan untuk tujuan kebatilan[3].
  4. Dengan ucapan, seseorang bisa mendekatkan yang jauh, menjauhkan yang dekat, yang buruk dipoles menjadi indah, yang indah menjadi buruk, yang agung menjadi hina dan hina menjadi agung, bisa untuk merampas hak atau mengambil haknya, pengaruhnya persis seperti sihir, manipulatif.
  5. Hadits ini bisa jadi celaan atas ucapan yang dijadikan alat untuk berbuat dosa. Juga menjadi pujian terhadap ucapan yang menjadi media pahala seperti memudahkan penjelasan yang rumit, menyatukan dua yang berseteru dan lain-lain. untuk itu hati-hatiah menggunkan lisan. Lisanmu Harimaumu. Begitu juga tulisanmu.
  6. Zaman dahulu, syair menjadi media yang cukup efektif untuk menggiring opini. Sehingga banyak Ulama berpendapat syair itu buruk sebagaimana tidak sedikit juga yang menganggapnya baik. Yang paling baik adalah pendapat Imam Syafii, “Syair adalah ucapan. Ucapan ada yang baik juga ada yang buruk”[4] tergantung orangnya.
  7. Ada juga yang berpendapat bahwa, hukum asal dari ucapan adalah baik, kecuali yang menjadi seperti sihir maka haram, berdasarkan hadits di atas, sedangkan syair hukum asalnya adalah tidak baik, kecuali jika mengandung hikmah. Sebagaimana sabda Rasulullah yang artinya, “Sungguh, syair itu ada yang mengadung hikmah”. Hikmah adalah ucapan yang baik, tidak ada celaan, dan tidak hoax[6].
  8. Ucapan itu selamanya dianggap baik kecuali jika sudah melewati batas. Banyak hadits yang menganjurkan untuk tidak “berlebihan” dalam ucapan seperti hadits “Sungguh, Allah tidak suka terhadap seorang orator yang bersengaja memutar-mutar (Lewo-lewo. Jawa Red) lisannya, kaya sapi yang sedang memutar mutar mulutnya ketika makan.”

Berdasarkan hadits ini, maka pantasnya bagi seorang muslim adalah berbicara dengan sederhana, tidak perlu dibuat-buat, yang penting maksudnya sudah tersampaikan dan pendengarnya paham. Rasulullah juga ﷺ bersabda :

(هلك المتنطعون[8] ) قالها ثلاثا

“Celakalah orang yang keterlaluan” Beliau sabdakan tiga kali.

Yaitu orang yang terlalu mendalami, dan melampaui batas, baik daam ucapan maupun perbuatan. Menurut Imam Nawawi, Hadits barusan ini berarti makruh “melewo-lewo” ucapan, terlalu berupaya ucapannya selalu fasih, menggunakan bahasa yang sulit dipahami, selalu standar EYD dalam berbicara kepada orang awam.

  1. Allah memerintahkan agar ucapan seseorang itu Ma’ruf (baik)[9], Sadid (benar)[10], Baligh (membekas)[11], Karim (Baik atau Mulia)[12], Maisur (Lemah lembut)[13], Layyin (Lunak, Lembut)[14] yang tentu kondisinya sesuai dengan petunjuk dari ayat tersebut. Silahkan dipelajari lebih lanjut pada kitab-kitab Tafsir yang kredibel.
  2. Rasulullah ﷺ dalam beberapa hadits selain di atas menyebutkan tentang pentingnya menjaga lisan, seperti beberapa hadits berikut :
    • Jika kamu beriman kepada Allah dan Hari Akhir, Ucapkan yang baik saja, jika tidak bisa, maka diam “Barangsiapa yang Iman Kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaknya ia berkata yang baik atau diam”. [15]
    • b. Jika Surga itu seratus persen, maka lima puluh persennya ada di keselamatan menajaga lisan, Rasulullah ﷺ yang menjaminnya. “Barangsiapa yang dapat memberikan jaminan kepadaku tentang kebaikannya apa yang ada di antara kedua tulang rahangnya – yakni mulut atau lidah – serta antara kedua kakinya – yakni kemaluannya, maka saya memberikan jaminan syurga untuknya”[16]
    • Hanya gara-gara mengucapkan perkataan yang kelihatannya remeh, seseorang berujung ke Neraka :

إنَّ العَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بالكَلِمَةِ مِن رِضْوانِ اللَّهِ، لا يُلْقِي لها بالًا، يَرْفَعُهُ اللَّهُ بها دَرَجاتٍ، وإنَّ العَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بالكَلِمَةِ مِن سَخَطِ اللَّهِ، لا يُلْقِي لها بالًا، يَهْوِي بها في جَهَنَّمَ[17]

“Sungguh, seseorang hamba berbicara dengan suatu kalimat yang kelihtannya biasa, namun membuat Allah Ridla, maka Allah tinggikan beberapa derajat karenanya. Dan (sebaliknya) ada seorang hamba yang berkata remeh namun membuat Allah murka, Maka Allah masukan dia ke dalam Neraka Jahannam.”

Semoga kita semua dijaga Allah dalam menggunakan lisan ini. Semoga lisan ini menjadi media bertakwa yang mengantarkan ke surga, bukan media berdosa yang mengantarkan ke Neraka. Naudz Billah.

والله يتولى الجميع برعاتيه

Oleh : Ust.Bahruddin Thohir
Sekretaris Umum
Ma’had Nurul Haromain – Pujon

[1] HR. Bukhari No 5767, HR. Ahmad dalam Musnadnya No 5232, HR. Abu Daud No 5003, HR. Tirmidzi No 2028, As Suyuthi No 2457
[2] Fathul Bari Libni Hajar Hal 237 Vol 10
[3] Fathul Bari Libni Hajar Hal 202 Vol. 9
[4] Tafsir Ibnu Juzay : Hal 187 Vol. 2
[5] HR. Bukhari No 6145 dari Ubay Bin Kaab
[6] Syarh Bukhari (Dr. Musthafa Dib Bugha) Hal. 34 Vol 2
[7] HR. Imam Baihaqi Dalam Syuabul Iman, No 4618 dari Abdullah Bin Amr
[8] HR. Muslim No 2670 dari Abdullah
[9] QS. Al Baqarah: 235, QS. An Nisa’ : 5,8, QS Al Ahzab : 32
[10] QS. An Nisa’ : 9, QS Al Ahzab : 70
[11] QS. An Nisa’ : 63
[12] QS. Al Isra’ : 23
[13] QS. Al Isra’ : 28
[14] QS. Tha-Ha : 44
[15] HR. Bukhari No 6018 dari Abu Hurairah Ra
[16] HR. Bukhari NO 6474 dari Sahl Bin Sa’d
[17] HR. Bukhari 6478 dari Abi Hurairah Ra