Sedekah Miskin dan Kaya

Seperti halnya shalat yang diwajibkan bagi seorang muslim yang baligh dan berakal tanpa memandang status kaya miskin, pejabat rakyat, sehat sakit, dan sebagainya. Demikian pula halnya dengan sedekah wajib (zakat) dan sedekah sunnah. Siapapun manusia beriman yang memiliki harta juga diwajibkan zakat jika telah mencapai satu nishab atau disunnahkan bersedekah. Allah azza wajalla berfirman :

لِيُنْفِقْ ذُوْ سَعَةٍ مِنْ سَعَتِه وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللهُ…

“Dan hendaknya orang yang memiliki keluasan (rizki), berinfak dari keluasannya. Dan barang siapa yang disempitkan rizkinya, maka hendaknya berinfak dari apa yang diberikan oleh Allah kepadanya….”

Di sinilah kemudian terjadi fenomena sedekah yang secara kasat mata begitu sedikit, tetapi ternyata oleh Allah Maha Pemurah dihargai dengan sangat mahal. Yaitu ketika seorang miskin papa dengan kedermawanan dan keluasan hatinya, tetap mampu menyisihkan sebagian hartanya yang sedikit untuk diberikan kepada orang lain. Abu Hurairah ra meriwayatkan dari Nabi Muhammad Saw yang bersabda :

“سَبَقَ دِرْهَمٌ مِئَةَ أَلْفِ دِرْهَمٍ” فَقَالَ رَجُلٌ: وكَيْفَ ذَاكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: “رَجُلٌ لَهُ مَالٌ كَثِيْرٌ أَخَذَ مِنْ عُرْضِهِ مِائَةَ أَلْفِ دِرْهَمٍ تَصَدَّقَ بِهَا وَرَجُلٌ لَيْسَ لَهُ إِلَّا دِرْهَمَانِ فَأَخَذَ أَحَدَهُمَا فَتَصَدَّقَ بِهِ”

“Satu dirham mengungguli seratus ribu dirham” Seorang lelaki bertanya : “Bagaimana bisa demikian wahai Rasulullah?” Beliau Saw bersabda : “Seseorang yang memiliki banyak harta. Lalu mengambil dan bersedekah seratus ribu dirham dari sebagian hartanya. Dan seseorang yang tidak memiliki kecuali dua dirham lalu mengambil dan bersedekah salah satu dirhamnya”

Satu dirham mengalahkan seratus ribu dirham. Zaman dahulu satu dirham adalah standar harga satu ekor ayam. Jika kita anggap satu ekor ayam sekarang berharga 70 ribu rupiah. Maka perbandingannya sekarang adalah seseorang yang hanya memiliki 140 ribu rupiah. Lalu hatinya yang penuh dengan keimanan dan kedermawanan dengan lapang dada bersedekah sebesar 70 ribu rupiah. Jika ini bisa dilakukan, maka meski 70 ribu rupiah, tetapi di sisi Allah bernilai pahala lebih banyak dari seorang kaya raya yang memberikan sumbangan sebesar 70.000 X 100.000 = 7.000.000.000. Hal ini karena meski telah bersedekah 7 miliar rupiah, tetapi angka ini hanyalah sebagian kecil dari aset yang dimiliki.

Hadits ini memberikan pelajaran bahwa pahala sedekah sunnah di sisi Allah bukan bergantung pada berapa nominal yang dikeluarkan, tetapi dinilai dari prosentase aset yang dimiliki. Jadi seorang yang bersedekah 50 juta dari total asetnya yang satu miliar, kalah beroleh pahala dari orang yang hanya bersedekah 500.000 dari total asetnya yang hanya 5 juta rupiah. Karena 50 juta hanya 5% dari 1 miliar. Sedang 500 ribu adalah 10% dari 5 juta rupiah. Hal ini juga secara jelas disebutkan dalam hadits riwayat Sayyidina Ali ra :

Seorang lelaki yang memiliki seratus Uqiyah (emas) datang kepada Nabi Saw dengan membawa (sedekah) sepuluh uqiyah. Orang lain yang memiliki seratus dinar datang dengan membawa (sedekah) sepuluh dinar. Dan (terakhir) ada orang yang memiliki sepuluh dinar datang dengan membawa (sedekah) satu dinar. Nabi Saw lalu bersabda:

Abu Hurairah ra bertanya : “Wahai Rasulullah, sedekah manakah yang lebih utama?” Rasulullah Saw bersabda :

جُهْدُ الْمُقِلِّ…

“Usaha maksimal seorang yang miskin (untuk bisa bersedekah)…”

Mengapa sedekah orang yang miskin papa begitu dicintai Allah dan memiliki nilai pahala begitu besar? Salah satu jawabannya adalah karena seorang miskin yang bersedekah telah melompat melewati standar normal syariat yang disebut dengan haal sehingga mencapai derajat maqam. Standar normal syariat islam yang penuh kasih sayang tidaklah memaksa manusia di atas batas kekuatan, yang wujudnya adalah sedekah tidak ditekankan kepada orang miskin. Sedekah ditekankan kepada orang-orang yang secara nyata memiliki sisa harta. Rasulullah Saw bersabda :

إِنَّ خَيْرَ الصَّدَقَةِ مَا تَرَكَ غِنًي أَوْ تُصُدِّقَ بِهِ عَنْ ظَهْرِ غِنًي وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُوْلُ

“Sesungguhnya sebaik-baik sedekah adalah yang masih member kesempatan (orang yang bersedekah) tetap kaya atau sedekah yang dikeluarkan dalam kondisi masih memiliki kekayaan. Dan mulailah (bersedekah) kepada orang yang harus kamu tanggung biaya hidupnya”

Juhdul muqill, miskin papa tetapi tetap bersedekah, adalah maqam sehingga berlimpah anugerah Allah. Dan seperti diyakini oleh ahlussunnah wal jamaah bahwa para sahabat seluruhnya adalah para wali Allah yang telah mencapai maqam. Artinya maqam juhdul muqill ini juga bisa dengan mudah ditemukan dalam lembar sejarah kehidupan para sahabat radhiyallahu anhum. Mereka rela bekerja bukan karena ingin makan dari pekerjaannya, melainkan agar bisa bersedekah. Sungguh sangat luar biasa. Bekerja bukan demi kepentingan perut atau menumpuk aset, tetapi supaya bisa berderma kepada orang lain. Abu Mas’ud ra berkata :

“Adalah Rasulullah Saw memerintahkan kami bersedekah. Sementara ada di antara kami yang tidak memiliki apapun yang bisa disedekahkan sehingga ia kemudian pergi ke pasar dan menjadi buruh angkat barang sehingga ia pun bisa memiliki satu mud yang lalu diserahkan kepada Rasulullah Saw (untuk beliau Saw salurkan kepada yang berhak. pent). Dan pada hari ini, sungguh aku mengetahui ada seseorang yang memiliki (aset) seratus ribu dirham, akan tetapi satu dirham pun tidak ada yang menjadi miliknya (karena tidak disedekahkan. pent)”

Juhdul muqill, miskin papa tetapi tetap bersedekah, adalah maqam sehingga berlimpah anugerah Allah, sebagimana riwayat Imam Thabarani. Hal inilah yang juga dilakukan oleh seorang sahabat bernama Abu Aqil sehingga mendapatkan pembelaan langsung dari Allah azza wajalla. Ia bekerja mengangsu air di waktu malam hari untuk siapa saja yang membutuhkan jasanya dengan upah dua sha’(nilai zakat fitrah adalah satu sha’/2,5 KG beras). Satu sha’ ia pergunakan memenuhi kebutuhan makan keluarga dan satu sha’ nya lagi, ia jadikan sarana mendekatkan diri kepada Allah. Ia lalu datang kepada Rasulullah Saw memberitahukan apa yang dilakukannya. Selanjutnya Rasulullah Saw bersabda : “Sebarkanlah ini (kurma satu sha’ ini) sebagai sedekah (mu)”

Sedikitnya sedekah yang bisa diberikan oleh Abu Aqil ini menjadi cela yang dimanfaatkan orang-orang munafik untuk melecehkan dirinya. Mereka mengatakan : “Apa yang bisa dilakukan orang ini dengan mendekatkan diri kepada Allah hanya dengan satu sha’ kurma?!” Akhirnya turunlah firman Allah :

الَّذِيْنَ يَلْمِزُوْنَ الْمُطَّوِّعِيْنَ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ فِى الصَّدَقَاتِ وَالَّذِيْنَ لَا يَجِدُوْنَ إِلَّا جُهْدَهُمْ فَيَسْخَرُوْنَ مِنْهُمْ, سَخِرَ اللهُ مِنْهُمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ

“(orang-orang munafiq) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang beriman yang secara sukarela memberikan sedekah dan (juga mencela) orang-orang yang tidak mendapatkan (apa yang bisa disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya, sehingga mereka lalu menghinanya. Allah akan membalas penghinaan mereka, dan untuk mereka ada siksaan yang pedih” (QS at Taubah : 79)

Imam al Bazzar dari Abu Salamah dan Abu Hurairah ra meriwayatkan :

Rasulullah Saw bersabda : “Bersedekahlah kalian karena aku hendak mengirimkan pasukan!” Abdurrahman bin Auf ra lalu datang dan mengatakan : “Wahai Rasulullah, saya memiliki 4 ribu dirham. Dua ribu saya hutangkan kepada Tuhanku dan dua ribu (sisanya) untuk keluargaku” Rasulullah Saw lalu menerima dan berdo’a untuk Abdurrahman ra :

بَارَكَ اللهُ لَكَ فِيْمَا أَعْطَيْتَ وَبَارَكَ لَكَ فِيْمَا أَمْسَكْتَ

“Semoga Allah memberkahimu dalam harta yang kamu berikan dan semoga Allah memberkahimu dalam harta yang kamu sisakan”

= والله يتولي الجميع برعايته =