Mengokohkan Persaudaraan
Dalam Sebuah Hadits Diriwayatkan
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ قَالَ : لاَ تَبَاغَضُوْا وَلاَ تَحَاسَدُوْا وَلَا تَدَابَرُوْا وَلاَ تَقَاطَعُوْا وَكُوْنُوْا عِبَادَ اللهِ إِخْوَانًا وَلاَ يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلاَثٍ
Dari Anas bin Malik Ra sesungguhnya Rasulullah ﷺ bersabda : (Jangan kalian saling membenci, jangan saling iri hati, jangan saling berpaling dan jangan saling memutuskan hubungan. Jadilah kalian, wahai para hamba Allah, orang-orang yang bersaudara! Dan tidak halal bagi seorang muslim menjauhi (tidak bertegur sapa) saudaranya lebih dari tiga hari).
Makna Hadits :
Sebelum membahas lebih jauh tentang hadits ini, marilah kita kilas balik pelajaran tentang basmalah yang senantiasa kita baca setiap hari, dimana dalam basmalah, lafadz Jalalah disandingkan dengan kata Arrahman dan Arrahim, tidak menggunakan Asmaul Husna yang lain, bukan bismillahil Qohharil Jabbar, yang mengajarkan kepada manusia agar senantiasa hidup dalam berkasih sayang.
Selanjutnya, Nabi kita Muhammad ﷺ yang membawa basmalah ini adalah Nabiyyur Rahmah, yang kemudian bagaimana Rasulullah ﷺ membentuk para Sahabatnya menjadi kader yang bersifat Ruhamau Bainahum (berkasih sayang diantara mereka). Yang kemudian bisakah hal ini bertahan sebagai ciri keummatan kita? Justru dilapangan yang kita lihat adalah jauh dari apa yang dituntun oleh Islam. Di sana-sini perpecahan, perselisihan, karena itulah Allah berpesan dalam firman-Nya :
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk” (Ali Imran : 103)
Dari ayat tersebut kita melihat para sahabat yang menjadi sebaik-baik umat dengan sifat Ruhama’u bainahum, yang ini merupakan standar sifat orang mukmin sesama mereka. Sementara relitas penerapannya bisa kita lihat sendiri. Padahal Allah jauh-jauh sudah memperingatkan kepada kita untuk saling berpegang teguh dan tidak berpecah belah.
Ayat ini masyhur sekali sehingga seukuran anak kecil pun dapat mengahafalnya. Lewat Rasulullah ﷺ, Allah mempertautkan hati para sahabat menjadi satu, satu hati, menjadi saudara yang luar biasa, yang satu sama lain saling memberikan kepeduliannya.
Dipesankan lagi oleh Allah dalam ayat yang lain :
إنما المؤمنون إخوة فأصلحوا بين أخويكم واتقوا الله لعلكم ترحمون
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, maka perbaikilah hubungan diantara kalian. Dan bertaqwalah kepada Allah agar kamu mendapatkan rahmat”. (QS. Al Hujurat :10)
Realitas kehidupan kaum muslimin ternyata diluar bahkan jauh dari akhlak bersama dalam kemasyarakatan, kejamaahan. Dari sinilah kemudian Rasulullah ﷺ memperingatkan kepada kita semua dengan hadits di atas. Karena adanya penyakit-penyakit hati yang membuat kita tidak pernah bisa bersatu. Yang sudah tentu ini sangat menjadi bidikan setan sampai pada tingkat yang penting ini, yaitu persatuan Islam, ukhuwwah Islamiyyah menjadi hal yang diremehkan oleh kita sendiri.
Jika kita mengingat khutbah Rasulullah ﷺ pada hajjatul Wada’, sebenarnya setan itu sudah berputus asa untuk mengembalikan kaum muslimin yang dahulunya adalah penyembah berhala, yang dahulunya mereka adalah Musyrikin untuk kemudian dikembalikan lagi menjadi penyembah berhala. Tetapi setan masih punya dua trik yang oleh Rasulullah sebutkan dalam haditsanya, yaitu :
Meremehkan
Yaitu setan berusaha bagaimana menjadikan kaum muslimin meremehkan ajaran Islamnya sendiri. Padahal ajaran Islam ini tidak ada yang remeh, sedikitpun. Seandainya ada ajaran yang remeh, maka tidak akan termasuk cabang iman walaupun hanya sekedar imathotul Adza (menyingkirkan duri, sampah dan segala yang mengganggu jalan), bahkan walau hanya sekedar tersenyum sumeh saat bertemu saudaranya, senyummu untuk saudaramu adalah sedekah, tidak ada sedikitpun yang remeh. Semuanya penting dalam pandangan Islam, Rasulullah ﷺ melarang peremehan ini :
لا تحقرن من المعروف شيأ
“Jangan pernah kalian meremehkan kebaikan sekecil apapun”. (HR. Tirmidzi no 2722)
Disinilah kemudian setan membidik kita agar terjebak meremehkan. Sehingga terjadi ketika berpapasan dengan saudara, kita enggan mengucapkan salam, padahal sangat banyak hadits yang menjelaskan keutamaannya, dan anjuran salam itu berlaku bagi siapapun, baik kepada yang dikenal maupun belum dikenal. Minum dengan tangan kiri yang sudah dianggap biasa (diremehkan), dan lain sebagainya. Padahal Rasulullah ﷺ pernah memerintahkan kepada sebagian sahabatnya, “Minumlah dengan tangan kananmu”, Yang ketika itu ada salah satu sahabatnya enggan mengikuti perintah ini akhirnya struk tangan kirinya.
Mengadu Domba
Trik setan yang kedua adalah mengadu domba sesama muslim, mereka diobok-obok agar tidak pernah bersatu. Disiniliah setan berupaya dengan keras untuk memunculkan nafsu kita yang ammarah bis-suu’ (senanatiasa memerintah melakukan keburukan), dan penyakit-penyakit hati kita antar satu dengan yang lain termasuk diantaranya adalah penyakit tabaghud (saling membenci), Tahasud (saling hasud), Tadabur (saling berpaling) dan Taqhatu’ (saling memutus tali Rahim). Oleh karena itu maka kita selayaknya menyadari kedua trik setan tersebut agar dapat menghindarinya.
لاَ تَبَاغَضُوْا
“Jangan saling membenci”
Dalam hadits lain yang diriwayatkan dari Abu Hurairah Rasululullah ﷺ, melarang kita untuk marah, sabda beliau :
لا تغضب
Jangan marah! (HR. Bukhari no. 6116)
Marah adalah Sifatun Qohriyyun, yakni sifat yang suatu ketika bisa muncul dengan sendirinya. Sehingga yang tampak adalah mata melotot, wajah memerah dan kepala panas. Jika sifat marah adalah sudah sifat bawaan yang diberikan Allah dari sononya, lalu bagaimana bisa dilarang? Oleh sebab itu para ulama menafsirkan hadits larangan tersebut adalah jangan melakukan hal-hal yang membuat marah atau dimarahi, itulah yang dilarang, bukan marahnya. Karena jika seseorang sedang marah, lalu dilarang marah, malah kemarahannya justru menjadi-jadi.
Jika poin 3 diterapkan, maka ketika sedang tersulut emosi, kita berusaha meredamnya, sehingga tidak jadi marah. Ketika emosi, kita segera berwudlu, lalu tidak jadi. Ketika emosi, kita beusaha tidak melihat yang dimarahi, melihat tembok mislanya, yang akhirnya tidak jadi marah.
Jika kita memahami poin1-4, maka demikian juga larangan“Jangan saling membenci” bukan larangan untuk membenci, namun lebih kepada melarang melakukan penyemab munculnya kebencian. Hal ini bisa dikatakan sebagai tindakan preventif.
Pengertian benci adalah tidak suka terhadap sesuatu yang dianggap tidak baik. Kebencian biasanya muncul dikarenakan adanya sifat kekurangan yang dimiliki seseorang. Jika sudah demikian, lantas siapa manusia di dunia ini yang tidak memiliki cacat? Jika kekurangan ini menjadi alasan bagi kita untuk membenci, maka kita tidak bisa hidup. Apalagi jika kekurangan itu ada pada orang yang paling dekat dengan kita, misal Suami, Istri, Bapak Ibu, atau kerabat lain, yang masing-masing sangat mengerti kekurangan lainnya, maka bersiaplah untuk mati ngenes.
Setiap orang mempunyai kekurangan sebagaimana juga kelebihan. Kita harus mengakui bahwa kita mempunyai kekurangan sekaligus kelebihan, yang oleh Allah diperintahkan agar sebagian yang lain bisa memanfaatkan sebagian yang lain. Bukan menjadikan bahan ejekan dan alas an untuk sombong. Allah berfirman :
ليتخذ بعضهم بعضا سخريا
“….agar sebagian yang lain bisa memanfaatkan sebagian yang lain”.
Jika hal ini dipahami dengan baik, maka sifat sabar dan mbetahi menjadi solusi agar kita tidak mudah membenci. Sehingga sabar bisa diartikan sebagai kuat menahan dan menerima kekurangan orang lain.
Sifat benci bisa jadi muncul dari kedua belah pihak, namun ada juga yang hanya sepihak saja yang kemudian ini berpotensi memunculkan kedhaliman.
Tentu setiap Muslim dengan selainnya mempunyai hak untuk saling memberikan nesihat dan arahan, oleh sebab itu marah yang dilarang adalah yang muncul dari emosi, lain halnya dengan kebencian yang dilandasi karena Allah, maka ia termasuk kategori Al Hubbu fillah dan Al Bughdu fillah, yang justru dianjurkan.
Jangan saling hasud
Hasud adalah berharap hilangnya nikmat dari orang lain. Dan sudah maklum bahwa setiap yang mendapatkan nikmat pasti ada yang hasud, rata-rata orang dapat nikmat pasti ada yang iri, itulah buruknya hati. Padahal kita semua sudah tahu bahwa kaya dan miskin adalah hak perogatif Allah (taqdir) yang ia berikan kepada siapapun yang dikehendakiNya. Allah berfirman :
الله يبسط الرزق لمن يشاء ويقدر
“Allah melapangkan rizki dan menyempitkanya kepada siapapun yang ia kehendaki”. (Qs. Ar Ra’d : 6)
نحن قسمنا بينهم معيشتهم في الحياة الدنيا
“Kamilah yang menentukan penghidupan mereka dalam jkehiduan dunia”. (QS. Azzuhruf : 32)
Ada orang yang hanya ongkang-ongkang kaki, tiba-tiba burung wallet datang, jadilah kaya dadakan. Ada juga yang sudah kerja mati-matian tetap saja miskin. Kaya adalah ujian syukur. Sebagaimana miskin ujian sabar. jika si kaya lulus dalam ujiannya maka ia akan mendapatkan surge. Begitu juga simiskin jika ia lulus dalam ujiannya maka ia menjadi orang beruntung, Allah berfirman :
إنما يوفى الصابرون أجرهم بغير حساب .
“Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disemurnakan pahalanya tanpa batas” (QS. Az Zumar : 10)
Model rizki yang bukan ujian hanyalah model rizki Makfuf, yakni rizki pas-pasan, pas butuh pas ono. Rasulullah ﷺ bersabda :
أفلح من أسلم ورزق كفافا
“Beruntung sekali orang yang memeluk Islam dan diberi rizki kafaf”. (HR. Muslim no 125)
Jika kita bandingkan dari tiga model rizki diatas (kaya-sedang-miskin), manakah rizki yang paling kita pilih? Ya tidak bisa memimilih, karena ini bagian dari taqdir. Rata-rata rizki kafaf ini adalah rizkinya Dai ilallah, dan inilah yang terbaik, karena sebaik-baik perkara (termasuk rizki) adalah yang pertengahan.
Oleh karena itu resiko hasud adalah bisa menghanguskan kebaikan karena dalam hasud terdapat sisi “protes” kepada Allah atas pemberian yang dibagi menurut kehendakNya. Sangsinya adalah amal kita yang baik tiba-tiba lenyap begitu saja, karena ada sikap kita yang tidak pantas terhadap Allah.
Jika memahami poin 3, maka sifat hasud adalah bagian dari bentuk protes kepada Allah atas bagian yang telah diberikannya kepda yang dikehendakiNya. Oleh karena itu siksa yang diberikan kepada orang hasud adalah semua amal kebaikannya menjadi hangus. Rasulullah ﷺ jauh jauh sudah mewanti-wanti dengan sabdanya :
إياكم والحسد فإن الحسد يأكل الحسنات كما تأكل النار الحطب
“Hindarilah hasud, karena ia akan memakan kebaikan secepat api yang melahap kayu bakar yang kering” HR. Al Baihaqi no 6184
Bayangkan, kita sudah mengumpulkan berbagai hasanat, tahajjud, dhuha, bak gungung, lalu hasud kepada orang lain, tahu-tahu lenyap begitu saja. Naudz billah Ironinya, ternyata sifat hasud ini tidak menimpa orang awam saja, banyak para Kyai yang juga terjangkit penyakit ini.
Abina berkata : “Saya ingat dawuhnya Kyai Faqih “kenapa anak Kyai tidak menjadi Kyai, sementara ada anakanya orang awam malah jadi Kyai” ya karena Kyainya tidak seneng Kyai (hasud), dan itu berarti protes sama Allah, makanya anaknya tidak jadi Kyai, sementara orang awam tadi cinta kepada Kyai sehingga anaknya jadi Kyai.
Jika sekelas Kyai saja yang setiap harinya bergelut dengan al quran dan Hadits bisa terjangkit penyakit ini, apalagi kita. Maka Jagalah betul agar kita tidak terjebak melakukan hal sama, karena standar bersosial dengan saudara kita adalah
لا يؤمن أحدكم حتى يحب لأخيه ما يحب لنفسه
minimal ikut senang saat orang lain senang, jangan sampe malah kita bermuka masam ketika saudara kita mendapat kenikmatan. Bisa jadi kita mempunyai tetangga yang awalnya tidak mempunyai apa-apa yang kemudia bisa membeli meja kursi, lalu beli lagi motor, beli lagi lemari, maka ujian adalah pada lisan kita, mungkin yang pertama kali muncul adalah ucapa Al Hamdulillah, ikut senang tetangga membeli kusi, namun berikutnya terkadang terjebak suudzzohn, “ah mungkin tu dapat bantuan, ah paling kredit dan bla-bla-bla, tidak pernah selesai, tiwas panas atimu sampek mati.
Sikap hasud (iri) ini sangat layak untuk dijauhi bahayanya, karena ini bagian dari penyakit hati, sementara penyakit hati lebih berbahaya dari pada penyakit jasmani. Mari kita perhatikan, Dalam QS Al Falaq kita bermohon perlindungan kepada Allah dari penyakit eksternal seperti sihir dan lain-lain, kita minta kepada Allah hanya dengan sekali permintaan, yakni dengan kata رب الفلق , sementara sementara permohonan dari untuk penyakit internal (penyakit hati, nafsu, setan was-was) kita mintanya sampai tiga kali,رب الناس، ملك الناس، اله الناس ini menujukkan bahwa penyakit internal itu lebih berbahaya.
Itulah mengapa Rasulullah ﷺ menganjurkan umatnya untuk senantiasa membacanya disetiap selesai shalat, dan sebelum tidur, dengan cara meniupkan angin pada tanga, dibacakan surat tersebut, lalu di usapkan pada seluruh tubuh. Sementara Abuya Sayyid Muhammad juga mengamalkan usapan ini setelah Subuh, demi penjagaan yang lebih ektrsa.
Kalam Hikmah mengatakan : “Al Hasuud la Yasuud, orang hasud tidak akan pernah menjadi sayyid (orang terhormat). Man Rooqoban Naasa maata Ghomma, orang yang selalu melihat orang lain, mengamati maka ia mati ngenes atau susah, sesak dada”.
Oleh : Ust.Bahruddin Thohir
Sekretaris Umum Ma’had Nurul Haromain
Pujon – Malang